Ketika Penghasilan Istri Lebih Tinggi dari Suami

Ilustrasi (foto: kompasiana.com)
MediaTangerang.com, - Di antara karakter istri salihah adalah mempu menghormati, memuliakan, dan menghargai suami. Ini adalah sikap standar dan mendasar dari istri terhadap suami. Tidak terpengaruh apakah istri lebih kaya dibandingkan suami, atau istri memiliki status sosial yang lebih tinggi dibanding suami, bahkan istri yang lebih berilmu dan lebih takwa dibanding suami. Hendaknya istri mampu memberikan penghormatan, pemuliaan dan penghargaan kepada suami, sebagai bagian dari upaya untuk menumbuhkan kebahagiaan dan keharmonisan hidup berumah tangga.

Menghormati suami mungkin akan lebih mudah dilakukan istri pada kondisi di mana suami memang tampak memiliki berbagai kelebihan dan keutamaan dibanding istri. Namun akan bisa menjadi sebuah persoalan pelik tersendiri apabila ternyata berbagai kelebihan tersebut justru tampak pada diri istri. Misalnya dalam hal gaji atau penghasilan ketika keduanya sama-sama bekerja di luar rumah. Atau dalam hal kedudukan dan jabatan saat keduanya sama-sama berkarier.

Penghasilan Istri Lebih Tinggi dari Suami?

Pada zaman modern saat ini, banyak dijumpai suami dan istri yang sama-sama bekerja dan berkarier di luar rumah. Selain menjawab tuntutan kebutuhan kehidupan yang semakin besar dan kompleks, juga terkait dengan aktualisasi diri dan menunjukkan eksistensi. Tidak jarang dijumpai suami dan istri menjadi bersaing atau berkompetisi secara tidak disadari. Mungkin saja mereka tidak bermaksud berkompetisi atau berusaha saling mengalahkan dalam kenaikan gaji dan posisi, namun tanpa sengaja hal itu bisa saja terjadi.

Maka tidak jarang ditemukan istri memiliki posisi lebih tinggi dari suami, memiliki penghasilan lebih besar dari suami, memiliki karier yang menanjak lebih cepat dari suami, mencapai kedudukan, jabatan dan pangkat yang lebih hebat dari suami, memiliki gelar kesarjanaan lebih tinggi dari suami, memiliki relasi lebih luas dari suami, terbang lebih tinggi dari suami, pergi lebih jauh dari suami. Kondisi ini secara umum tampak wajar, namun bisa memunculkan potensi masalah apabila tidak disikapi secara tepat.

Sebuah studi di Inggris mengungkap bahwa 40% perempuan memiliki penghasilan lebih tinggi dari suami mereka. Hal ini diketahui melalui polling yang dilakukan oleh LV terhadap 3.930 laki-laki dan perempuan berusia 25-59 tahun. Walaupun bagi beberapa orang hal ini dianggap biasa dan wajar, namun perempuan yang memiliki penghasilan lebih tinggi dari suami bisa menyebabkan masalah dalam keluarga.

Rata-rata perempuan Inggris memiliki penghasilan lebih banyak 14.000 poundsterling atau sekitar Rp 215,6 juta per tahun daripada suami mereka. Uniknya, untuk menjaga harga diri suami mereka, satu dari sepuluh setuju untuk membiarkan suami mereka terlihat memiliki penghasilan lebih di hadapan keluarga, teman, atau kenalan. Demikian hasil studi yang diungkap oleh kepala LV, Mark Jones, dan dilansir oleh Daily Mail.

Memicu Persoalan Psikologis

Penghasilan istri yang lebih tinggi dari suami, bisa memunculkan potensi masalah dalam kehidupan berumah tangga apabila tidak disikapi secara bijak oleh kedua belah pihak. Bukan hanya di Indonesia yang dianggap memiliki pola paternalistik dan tradisional dalam pengelolaan keluarga. Bahkan di negara-negara maju dan modern, yang dianggap sudah lebih terbuka dan maju pola pikirnya, perbedaan penghasilan suami-istri ini masih bisa memicu persoalan dan konflik.

Menurut sebuah survei dari World Value, ketika istri memiliki pendapatan yang lebih besar dari suami, biasanya menimbulkan beberapa masalah seperti kurang bahagia, lebih sering terjadi perselisihan dalam pernikahan, dan bahkan dalam beberapa kasus, pasangan lebih memilih untuk bercerai. Tentu saja sangat disayangkan, bahwa penghasilan yang besar justru tidak bisa memunculkan kebahagiaan dalam keluarga. Apalagi ketika justru memicu munculnya perceraian, maka akan menyisakan pertanyaan: untuk apa penghasilan besar tersebut, jika justru menyengsarakan?

Sebuah studi yang dilakukan oleh tim dari American Psychological Association menunjukkan, kesuksesan karier istri dapat menjadi sumber konflik dalam rumah tangga, karena kesuksesan tersebut bisa mengubah persepsi dan corak relasi suami-istri. Tanpa disadari oleh para suami, mereka telah memandang buruk diri sendiri saat sang istri lebih unggul dalam karier, padahal mereka tidak sedang berkompetisi dengan istri.

Hasil penelitian menunjukkan, kaum laki-laki melihat kesuksesan istri sebagai kegagalannya sendiri. Demikian penjelasan Kate Ratliff, PhD, dari Universitas California. Ini adalah contoh persoalan psikologis yang bisa muncul pada suami ketika penghasilan istri lebih besar dari suami, atau karier istri lebih melejit daripada suami, atau posisi dan kedudukan istri di tempat kerja lebih tinggi dari suami. Muncul semacam rasa minder atau rasa bersalah atau rasa gagal menempatkan diri sebagai suami, sehingga berpeluang melahirkan konflik.

Sesungguhnya persoalan utama bukan terletak pada jumlah penghasilan istri yang lebih besar daripada suami, atau posisi istri yang lebih tinggi daripada suami. Namun seringkali masalah terletak pada sikap yang berubah dari suami dan istri ketika menghadapi realitas tersebut. Kendatipun dalam keyakinan agama, suami bertanggung jawab atas kecukupan kebutuhan pokok keluarga, namun bukan berarti istri tidak boleh bekerja. Dan jika istri bekerja bukan berarti penghasilannya harus lebih rendah dibanding suami.

Persoalannya lebih kepada sikap istri kepada suami dan sikap suami kepada istri ketika menghadapi situasi tersebut, yang akan saya bahas di bagian belakang bab ini.

Memicu Perselingkuhan?

Penelitian lain di Inggris menemukan bahwa laki-laki yang memiliki penghasilan lebih rendah dari istrinya, memiliki peluang lima kali lebih besar untuk melakukan selingkuh. Bahkan, semakin besar perbedaan penghasilan di antara keduanya, semakin besar pula kecenderungan laki-laki untuk melakukan selingkuh. Survei juga menemukan bahwa perempuan yang bergantung penuh secara finansial kepada suami memiliki kemungkinan selingkuh 75% lebih rendah dibanding perempuan yang berpenghasilan sendiri.

Demikian pula penelitian dari Universitas Cornell di New York mendapati bahwa para suami –khususnya tipe stay home dad--- yang istrinya bekerja sepanjang hari, akan meningkatkan peluang selingkuh hingga lima kali, daripada mereka yang memiliki gaji yang sama. Hal ini kemungkinan karena ego laki-laki merasa dilukai oleh istri yang lebih sukses daripada mereka. Akhirnya selingkuh menjadi cara untuk menegaskan maskulinitas mereka.

Christin Munsch dari Universitas Cornell di New York menyatakan, berpenghasilan lebih rendah dari istri bisa jadi mengancam identitas lelaki yang selama ini dikenal sebagai pencari nafkah. Namun, di sisi lain, lelaki yang berpenghasilan tinggi juga memiliki peluang selingkuh mengingat jam kerja yang panjang, kegiatan travelling, serta penghasilan tinggi yang membuatnya mudah untuk melakukan perselingkuhan.

Memicu Persoalan Disfungsi Seksual

Persoalan psikologis laki-laki yang merasa gagal dan tidak berdaya bisa berkembang lebih jauh. Kendati ia bisa dan mampu melakukan perselingkuhan sebagai pelarian, namun di hadapan istrinya ia bisa mengalami ketidakmampuan fungsi seksual. Mungkin ini disebabkan karena perasaan tidak nyaman terhadap sikap dan kondisi istri yang dianggap terlalu dominan dan berkuasa dalam rumah tangga karena memiliki penghasilan yang lebih besar dari dirinya.

Sebuah penelitian dari Olin Business School, Washington University in St. Louis mendapati bahwa laki-laki yang istrinya mempunyai penghasilan lebih tinggi cenderung memiliki masalah di tempat tidur. Kemungkinan mereka mengalami disfungsi seksual (impotensi) lebih besar dibandingkan laki-laki yang gajinya lebih tinggi daripada istri.

Para peneliti yang bekerja sama dengan tim dari Denmark sebelumnya menganalisis lebih dari 200.000 pasangan menikah di Denmark selama kurun waktu antara 1997 - 2006. Penelitian yang diterbitkan di buletin Personality and Social Psychology ini juga mendapatkan fakta, bahwa para istri yang penghasilannya lebih tinggi dibanding suami cenderung menderita insomnia dan menjalani pengobatan untuk mengatasi kegelisahan.

Sebuah studi yang dilaporkan di jurnal Sex Roles tahun 2014 lalu juga mendapatkan hal serupa. Patrick Coughlin dan Jay Wade dari Fordham University di Amerika mengungkapkan, laki-laki yang meyakini prinsip suami harus menjadi pencari nafkah, cenderung memiliki relasi yang lebih buruk jika istri mereka memiliki penghasilan lebih besar. Kesenjangan penghasilan ini telah menimbulkan ketegangan dalam hubungan dengan pasangan.

Bersikap Dewasa dan Bijak

Persoalan utamanya bukan terletak pada jumlah penghasilan istri yang lebih besar, atau pada jabatan istri yang lebih tinggi dari suami. Namun persoalan terletak pada sikap-sikap tidak dewasa dan tidak bijak pada keduanya. Istri bisa menjadi arogan karena merasa lebih kaya, merasa lebih sukses, merasa lebih pandai, merasa lebih hebat dari suami. Istri merasa lebih berkuasa daripada suami, sehingga bersikap sombong dan tidak bisa menghargai suami. Perubahan sikap istri yang disebabkan karena kenaikan jumlah penghasilan inilah yang menjadi persoalan besar dalam membangun kebahagiaan keluarga.

Hendaknya para istri salihah tetap bisa bersikap hormat dan takzim terhadap suami, meskipun penghasilan suami lebih kecil dibanding dirinya. Ketidakmampuan istri bersikap menghormati, memuliakan dan menempatkan suami secara nyaman, membuat suami menjadi hipersensitif, menjadi minder dan akhirnya bisa memunculkan serangkaian persoalan ikutan lainnya.
 
Penulis Buku Serial "Wonderful Family";
Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Konselor di "Rumah Keluarga Indonesia" (RKI) dan "Jogja Family Center" (JFC)


Sumber
via Media Tangerang

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama