Sudah berbilang 12 tahun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdiri. Berderet prestasi telah ditorehkan yang ditandai dengan menindak menteri, gubernur, bupati, dan walikota yang terlibat kasus korupsi. Namun, ada ruang kegelisahan yang terus mengusik kita hingga detik ini terlebih saat hari ini KPK akan menempati gedung baru usai diresmikan Presiden Jokowi.
Prestasi di atas ternyata tak berbanding lurus dengan indeks persepsi korupsi yang kita miliki. Data Transparancy International 2014 misalnya, menempatkan Indonesia pada peringkat 107 negara terkorup di dunia. Perlu diketahui, semakin tinggi posisi maka kian tinggi pula korupsi yang terjadi di negara bersangkutan.
Mengapa ini terjadi? Mengapa kegaduhan yang kerap tersaji saat KPK menangani sebuah kasus tak setimpal dengan indeks korupsi? Mengapa jerih payah KPK seakan lenyap tak berbekas yang ditandai dengan masih merajalelanya korupsi di Tanah Air?
Dalam UU No. 30 Tahun 2002, KPK memiliki tugas antara lain: 1) Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; 2) Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; 3) Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; 4) Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan 5) Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Jelas sudah, UU mengamanatkan KPK agar melakukan supervisi dan tindakan pencegahan. Sayangnya, tugas pokok tersebut belum berjalan maksimal. KPK masihsibuk dengan tindakan “tangkap basah”. Negeri ini menjadi gaduh. Dan banyak pihak yang mengatakan bahwa KPK seakan seperti polisi yang bersembunyi dibalik pohon agar bisa menilang pengendara motor atau mobil yang tak mentaati rambu lalu lintas.
Kita berharap dengan telah dilantiknya pimpinan KPK baru, lembaga anti rasuah tersebut lebih mengutamakan tindak pencegahan dibandingkan penyidikan. Ukuran keberhasilan KPK tidak semata-mata dari berapa banyak orang terduga yang ditangkap untuk kemudian disidik. Akan tetapi, justru ketika fungsi pencegahan berhasil diterapkan terutama kepada para penyelenggara negara, termasuk di Kabupaten Bekasi.
Ketika pencegahan dilakukan, uang negara pun akan aman, akan bisa digunakan pembangunan. Sementara jika fokusnya ke penyidikan, belum tentu uang negara terselamatkan. Dengan pendekatan pencegahan, maka KPK harus tampil ramah, tidak menakutkan, dan justru siap mensupervisi para penyelenggara negara dan pemerintah daerah sebelum terjerumus tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Semoga dengan akan tibanya tahun 2016, telah dilantiknya pimpinan KPK dan diresmikannya gedung baru KPK pada hari ini, membuat harapan kita terwujud.
Selamat bekerja KPK.
Syamsul Falah
The post Refleksi Akhir Tahun:
Menjadikan KPK sebagai Lembaga Pencegahan Korupsi appeared first on Bekasi Media.
Sumber Suara Jakarta