Ayah, Sang Motivator Dalam Hidup

Mengasuh anak bukan monopoli ibu semata. Kehadiran seorang ayah itu penting secara fisik dan emosional serta dalam jangka panjang memiliki dampak yang besar bagi perkembangan anak.

Pandangan mengenai peran ayah dalam rumah tangga mulai mengalami pergeseran. Meski pandangan bahwa ayah adalah pencari nafkah dalam keluarga masih melekat, dengan masuknya nilai-nilai Barat, mata masyarakat lebih terbuka mengenai peran dan fungsi ayah dalam pengasuhan anak.

Keberadaan seorang ayah di dalam rumah tangga, baik secara fisik maupun emosional, ternyata membawa pengaruh yang sangat besar terhadap anak. Figur ayah adalah mentor yang penting bagi anak usia sekolah. Dan menurut penelitian, anak yang dibesarkan dalam keluarga lengkap memiliki prestasi yang lebih baik dibandingkan yang diasuh single parent.

Sosok dia yang terkadang kita lupakan, penuh kasih sayang dan pengorbanan untuk kita. Dia memiliki hati yang lembut tapi selalu terlihat sangat kuat didepan kita. Kadang dalam sebuah keluarga, kita sebagai anak selalu lebih dekat dengan ibu bahkan kakak atau adik, dibanding ayah. Tahukah sebenarnya seperti apa ayah kita dibalik sikap tegasnya?

Saat kita main sampai larut, ayahlah yang menyuruh ibu menelpon kita. Saat kita menangis, ayahlah yang menyuruh ibu bertanya kenapa pada kita. Saat kita ulang tahun, ayahlah orang yang mati matian bekerja untuk membeli hadiah atau bahkan hanya sebuah kue kecil. Saat kita sakit, ayahlah orang yang rela berusaha mencari dokter walau hujan atau apapun. Saat kita lupa ibadah, ayahlah orang yang selalu mengingatkan kita. Saat kita terluka, ayahlah orang yang mampu menggendong kita. Saat kita tumbuh dewasa, ayahlah yang selalu menyelipkan nama kita dalam doanya. Saat kita menikah kelak, ayahlah orang yang paling tak rela kehilangan kita.

Tapi mengapa ayah selalu terlihat cuek? karena ayah tidak ingin terlihat lemah oleh anaknya, ayah menangis saat menyendiri dan terlihat kuat saat bersama anaknya. Dan ayah hanya mengeluh kepada Tuhan. Andai Tuhan bicara dengan ayah kita, “anakmu akan Ku panggil”, mungkin ayah akan menjawab, “tukarlah nyawaku dengan nyawanya, aku ikhlas”.

Kadang kita menghargai ayah hanya karena rasa takut, kadang kita lebih mudah cerita masalah ke ibu dibandingkan ayah. Sesungguhnya dibalik keras kepala ayah, tersimpan hati yang sangat lembut. Selagi ada kesempatan, banggakanlah dia, teruslah buat dia tersenyum. Peluklah ayahmu karena ayah tak mampu mengalahkan egonya. Hargai, hormati, dan cintailah ayahmu melebihi cinta pada diri kita sendiri.

Kadang ayah pulang kantor dengan mimik wajah lemas, lesu dan terlihat badannya letih setelah menghadapi suasana di jalan, lalu saya bergegas mengambil minum untuk ayah.

Ayah saya mencari nafkah tidak kenal waktu dari pagi buta hingga petang untuk menghidupkan keluarga, saat dikala ayah sakit saya lah yang harus bisa seperti ayah.,

Ayah saya mengajarkan kepada anak-anaknya memecahkan masalah sendiri tanpa orang tua.

Mungkin tak jarang ayah mendengar putra-putrinya bertengkar kemudian ada yang mengadu kepadanya. Kemudian ia memilih menjadi penengah. Sekali waktu ayah bertindak sebagai juri, maka di lain waktu saya di ajarkan  kembali meminta bantuan ketika tak mampu mencari solusi sendiri.

Yang dilakukan oleh ayah adalah tetap bersikap tenang. Ayah selalu mendengarkan cerita kejadian saat ada  permasalahan (saya menceritakan kepadanya dengan dua versi cerita). Kemudian ayah katakan, “Ayah tidak mau ikut campur. Selesaikan masalah kalian sendiri.” Hal ini memang tidak akan menyelesaikan perkelahian anak-anak di dalam rumah. Bisa jadi mereka akan terus bertengkar dan ini bisa membuat ayah naik darah.

Ayah tetap tidak ingin membela saat antar anggota keluarga ada masalah, ayah tetap bersikukuh untuk tetap dalam posisi netral dan tidak ikut campur tangan dengan masalah yang ada. Jika tak tahan lagi mendengar jeritan mereka, ayah memberikan ultimatum. Misalnya dengan mengatakan, “Malam ini kalian tidak boleh nonton TV, kecuali kalian sudah berdamai. Ayah serius loh.”

Ayah mengajarkan sopan santun kepada siapa saja
Tidak ada kata terlalu cepat untuk mengajarkan tata krama kepada anak. Lagipula, orangtua sendiri yang akan bangga jika anak-anaknya bisa bersikap santun di depan umum, kan? ayah mengajarkan saya untuk bisa memperkenalkan diri kepada orang lain dan jangan malu-malu (menyebut nama dan usia), Ayah juga mengajarkan saya sopan santun di meja makan (yakni mengunyah dalam mulut tertutup, bicara setelah menelan makanan, dan duduk selama waktu makan),  dan saya harus mengucapkan “tolong” saat meminta bantuan dan “terima kasih” setelah menerima bantuan.

Ayah mengajarkan disiplin
Misalnya, saya dimarahi oleh ayah, ia meminta saya duduk diam di tempat duduk dan ia memantau selama 4 menit. Jika usia anak Anda 4 tahun, coba lakukan hal ini. Kalau dia melanggar, cobalah menerapkan disiplin yang lain, seperti mengambil mainan kesukaannya sebagai konsekuensi perbuatannya.

Ayahku mengajarkan shalat dengan tapat waktu
Misalnya, saat saya dirumah teman sedang mengerjakan tugas kuliah yang diberikan oleh dosen, tiba-tiba handphone saya bordering, saya lihat dari ayah. Lalu saya menjawab, “Ada apa sih yah?” lalu ayah menjawab, “Kamu sudah shalat belum?”. Ayah orangnya galak tetapi selalu mengingatkan waktu shalat.

Oleh: Naufal Muharram Wafensa
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta

The post Ayah, Sang Motivator Dalam Hidup appeared first on BEKASIMEDIA.COM.



Sumber Suara Jakarta

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama