Nenek Mijem: Napas Hidup Perempuan Renta Penjual Pecel

Jauh dari keramaian kota, tepatnya di desa Sindang Jaya, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, seorang nenek hidup sendirian di dalam gubuk kecil. Wanita yang sering disebut nenek Mijem (78) ini sehari-hari berdagang pecel keliling kampung. Setiap pagi, wanita tua renta ini harus pergi ke pasar untuk berbelanja bahan dagangan.

Menuntun sepeda tuanya, nenek Mijem menempuh perjalanan dari rumahnya hingga ke pasar. Nenek Mijem menuntunnya karena tidak kuat lagi mengayuh pedal sepedanya. “karena sudah tua, saya takut jatuh dan terguling,” tuturnya.

Hambatan tersebut tidak membuat nenek Mijem lelah melangkahkan kaki ke pasar. Baginya umur tidak menjadi penghalang untuk terus semangat mencari rezeki.

Bekerja Menghidupi Diri Sendiri

“Saya bangun jam 3 sore, memasak air, gorengan serta lontong,” ucap nenek Mijem.

Karena terbentur masalah perekonomian, juga karena sudah lama ditinggal suaminya untuk selama-lamanya, juga anak-anaknya di rantau sudah jarang sekali berkunjung, akhirnya nenek Mijem harus berjuang sendirian. Ia harus pintar memilih antara kebutuhan dan modal usaha untuk dagangan pecelnya.

Bila dagangan pecelnya tidak laku di tempat biasa (saat keliling kampung), tidak jarang nenek Mijem menawarkan barang dagangannya di pasar. Inilah yang membuat nenek Mijem merasa kelelahan. Ia harus menguatkan diri pulang pergi ke pasar hanya untuk menjajakan kembali barang dagangannya.

Sementara itu, penghasilan yang didapat juga tidak seberapa. Setiap hari, nenek Mijem hanya mendapatkan uang kurang lebih 30 ribu rupiah. Tidak jarang juga pembeli yang malah berutang kepadanya.

Cuaca di Jawa Barat, khususnya di kecamatan Ciamis, yang terkenal memiliki curah hujan cukup tinggi, tidak menjadi masalah bagi Nenek Mijem. baginya sesulit apa pun keadaannya, hujan maupun kemarau ia harus tetap bekerja untuk terus menyambung hidup.

Apabila di tempatnya tinggal sedang turun hujan namun mendesak ia harus berjualan, terpal birulah yang mampu menutupi dagangannya agar ia masih bisa menjajakan ke pasar dan keliling kampung. Hanya caping bambu yang bisa melindungi kepalanya, kadang-kadang ia harus rela tubuh ringkihnya diguyur oleh hujan.

Setiap musim hujan tiba, nenek Mijem khawatir dengan kondisi rumahnya, karena rumah yang ia tempati rawan bocor dan rawan kemasukan air ketika hujan. Ya, rumah seadanya berdinding triplek dan kayu-kayu lapuk. Ketika sehabis jualan ia selalu sedih dan bingung, mengingat apa yang harus ia jalani dan ia rasakan saat itu.

Ingin Bangun Rumah yang Layak

“Setiap sehabis jualan keadaannya seperti ini, harus kedinginan tidurnya,” Tutur Nenek Mijem.

Oleh karena itu, setiap hasil yang ia kumpulkan dari berjualan pecel, sedikit demi sedikit ia kumpulkan dengan satu harapan. Ia bisa memperbaiki gubuknya jadi rumah yang nyaman dihuni.

Tentang penulis:
Annisa Ramadhannia dilahirkan di Jakarta, 24 Januari 1997, pendidikan dasar yang ditempuhnya SDIT Al-Marjan di daerah kelahirannya. Serta dilanjutkan dengan pendidikan menengahnya di SMAN 93 Jakarta. Dan sekarang ia sedang menempuh pendidikan di Politeknik Negeri Jakarta, dalam bidang Jurnalistik.

Alamat Email : annisaramadhannia@gmail.com

Alamat URL Facebook : http://ift.tt/2p7mUJM

The post Nenek Mijem: Napas Hidup Perempuan Renta Penjual Pecel appeared first on BEKASIMEDIA.COM.



Sumber Suara Jakarta

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama