Sudut Pandang: Efek Pemilu pada Geliat Ekonomi Kerakyatan

Padang,BeritaSumbar.com,-Tahun 2019 adalah tahun politik, yang berbagai rangkaian kegiatannya sudah kita rasakan sejak tahun sebelumnya. Tahun ini akan diadakan pemilu serenteak pemilihan anggota legislatif DPRD Kabupaten/Kota, Provinsi dan DPR Pusat, serta pemilihan presiden dan wakilnya. Kegiatan pemilu tidak bisa dilepaskan dari kegiatan kampanye atau kegiatan yang mengarah kapadanya berupa sosialisasi dan memperkenalkan diri yang dilakukan oleh para calon angggota legislatif (Caleg) tersebut.

Sudah diketahui khalayak ramai, kampanye dan berbagai kegiatan yang dilakukan para caleg tersebut menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Berbagai media menyebutkan kisaran biaya yang mesti dikeluarkan untuk Caleg DPR RI  sekitar 1-2 miliar rupiah, Caleg DPRD Provinsi 500 juta- 1 miliar rupiah, Caleg DPRD Kabupaten/Kota  250 juta- 300 rupiah. Bahkan tentunya aka nada Caleg yang mengeluarkan biaya lebih dari itu, dan sedikit sekali yang berbiaya lebih rendah dari itu. Biaya tersebut tentu bisa berasal dari kantong pribadinya, atau donator pendukung masing-masing caleg tersebut. Sehinga, jika ada Caleg yang mengatakan dia tidak mengeluarkan biaya atau biaya sangat sedikit, yang dimaksud adalah dia tidak mengeuluarkan dana pribadinya, bukanlah kampanye dan promosi dirinya tidak berbiaya. Boleh jadi ada para Caleg yang tidak mengeluarkan biaya atau dengan biaya sedikit, tapi biaya dukungannya sangatlah besar.

Oleh karena itu, harus saya akui dengan jujur bahwa saya dulunya termasuk orang yang sangat skeptis dengan berbagai kegiatan kampanye dalam pemilu. Bagi saya kegiatan kampenye hanyalah kegiatan yang menghambur-hamburkan uang dan baiaya tak jelas. Sanduk-spanduk dibuat, baliho-baliho di pasang, selebaran-selebaran diedarkan, yang bagi saya semua hanyalah kegiatan-kegiatan mubazir yang harus dihindarkan. Belum lagi, berbagai kegiatan kampenye langsung mengadakan berbagai pertemuan ataupun kampanye dilapangan dengan mendatangkan massa, yang biayanya juga tidak sedikit.

Lalu, adalah seoarang sahabat senior, seorang profesor bidang ekonomi yang memberikan wacana berfikir lebih luas kepada saya, agar melihat dari sudut pandang lain. Diia mengajak saya berfikir lebih luas, keluar dari kotal atau posisi kita berfikir selama ini sehingga kita besia melihat positif dan negatif dari semua sudut pandang, yang akhirnya kita bisa memberikan kesimpulan yang berimbang. Terlebih lagi, pesan tersiratnya adalah kita mesti berfikir tanpa menghujat atau membenci sebelum tahu segala sesuatunya secara utuh.

Pandanganya mengingatkan saya pada guru saya dalam bidang akhlak Islami, bahwa sesungguhnya kita hanyalah melihat dan memberikan pandangan dari yang terihat saja “Nahnu nahkumu bizawahir.” Setiap pandangan dan justifikasi kita hari ini adalah sesuai dengan data dan input yang lebih banyak kita peroleh. Input dan data itu juga ditentukan dimana posisi kita saat itu, siapa kawan dan komunitas kita.  Boleh jadi, setelah perjalanan waktu, kita mengetahui yang lainnya, mungkin saja yang sebenarnya terjadi bukan seperti yang terlihat atau bukan seperti yang kita fikirkan. Oleh karenanya, menolak hingga membenci terlalu jauh atau suka terlalu dalam dalam hal keduniaan sangatlah dilarang. Islam mengajarkan (Lihat QS Al-Baqarah [2]:216), boleh jadi yang kita benci setelah kita tahu semuanya ternyata di sana banyak kebaikannya, sebaliknya yang kita suka dan cinta di sana banyak mudharat dan keburukannya.

Begitulah setidaknya saya mulai merubah pandangan prejudis terhadap berbagai kegiatan kampanye dalam pemilu. Saya mencoba sedikit berfikir, membaca data, menganalisa dan melahirkan pandangan yang lebih luas dari sebelumnya.

Jujur pula, ilmu ekonomi adalah diluar bidang kepakaran utama saya ilmu kedokteran, kegawat-daruratan dan kedoketran bencana, kebijakan kesehatan, etika pelayanan kesehatan, ataupun kedokteran humaniora lainnya seperti integrasi ilmu kedokteran dengan psikologi dan agama. Ilmu dan pembelajaran saya tentang ekonomi paling seputar dasar makro ekonomi, ekonomi pembangunan yang terkait dengan kebijakan kesehatan dan kesehatan global.  Tapi bolehlah saya menulis ini, karena telaah ini adalah sebuah telusuran sederhana berdasarkan  data-data lapangan yang kasat mata, yang tida perlu analisis dan kajian Ilmiah mendalam.

Kita mengetahui bahwa semua biaya yang dikeluarkan oleh para Caleg adalah untuk biaya percetakan poster, selebaran, kalender, spanduk dan baliho akan diberikan kepada percetakan-percetakan yang merupakan usaha kecil menengah. Begitu juga saat ada pertemuan ataupun kampanye di lapangan, maka uang mengalir ratusan juta ke rumah-rumah makan untuk sekali kegiatan, yang semuanya adalah kegiatan perekonomian kecil dan menengah.

Berkaca dari kegiatan Pilkada pada beberapa daerah tahun lalu, analisis dan rilis data oleh Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebutkan kegiatan Pilkada telah mampu menggerakan perekonomian dengan nilai mencapai 91 triliun rupiah yang tersebar di seluruh penjuru tanah air. Berdasarkan perhitungan serupa dan estimasi pengeluaran dari para Caleg yang akan bertarung pada Pemilu tahun 2019 ini, dapat juga dilihat berapa besar uang yang beredar dan mengalir ke usaha masyarakat, mulai dari percetakan, usaha sablon pakaian dan merek, dan rumah makan.

Secara nasional jumlah Caleg DPR-RI berjumlah 7.698 orang. Jika masing-masingnya mengeluarkan dana 1 milyar saja, terdapat uang yang beredar ke masyarakat 7,9 triliun. Uang ini akan tersebar ke seluruh provinsi sesuai dengan jumlah caleg pada masing-masing daerah.

Sebagai contoh studi kasus saya melihat berapa besar kontribusi kegiatan Pemilu terhadap daerah Kabupaten Kota di Sumatera Barat. Caleg untuk DPR-RI dari 7.698 tersebut, 108 orang dari Provinsi Sumatera Barat yang akan memperebutkan 8 kursi (8 daerah pemilihan). Dengan perhitungan minimal, jika masing-masingnya Caleg mengeluarkan dana 1 Milyar Rupiah, dari Caleg DPR-RI pusat saja beredar dana 108 Milyar rupiah.  Caleg DPRD-Provinsi berjumlah 935 orang. Dengan pengeluaran masing-masingnya 500 juta rupiah, beredar dana 467 milyar. Semua dana tersebut tersesebar di 19 Kabupaten/ Kota, dengan rata-rata 30,2 milyar.

Pada setiap Kabupaten/ Kota juga akan beredar dana ke masyarakat dari Caleg DPRD nya masing-masing, yang bervariasi dari 269 orang di Kota Solok, 340 di Kota Payakumbuh, 371 orang di kabupaten Sijunjung, 394 orang di Kabupaten Solok, hingga yang terbanyak 716 orang di Kota Padang. Dengan melakukan perhitungan minimal dan dengan rata-rata 350 orang Caleg DPRD setiap Kabupaten/Kota yang mengeluarkan dana masing-masingnya 250 juta rupiah, akan mengucur dana di masyarakat 87,5 milyar.

Artinya, rata-rata pada setiap Kabupaten/Kota akan beredar uang uang menggerakkan ekonomi rakyat kecil lebih dari 117 milyar. Inilah yang akan menghidupkan usaha-usaha rakyat kecil.

Oleh: Hardisman, PhD

Dosen Universitas Andalas



Sumber sumbar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama