Padang,BeritaSumbar.com,-“Ado nan ka duduak, ado nan taduduak”. Begitulah ungkapan menggambarkan kondisi yang bisa terjadi bagi para Calon Anggota Legislatif (Caleg) setelah pemilu nanti.
Para Caleg yang bertanding memperebutkan kursi pada Pemilihan anggotal legislatif (Pileg) pada April tahun ini, sebahagian besarnya justru tidak akan mendapatkannya. Secara proporsional, kesempatan atau peluang untuk mendapatkan posisi sebagai anggota legislatif sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah calon yang sedang bertarung. Jumlah calon baik untuk DPR-RI di tingkat pusat, ataupun DPRD tingkat kabupaten/kota sugguh jauh berlipat-lipat jumlahnya.
Jumlah Caleg untuk DPR-RI saat ini tercatat 7.698 orang, yang akan memperebutkan 575 kursi untuk Periode 2019-224. Artinya, sebanyak 7.123 calon lainnya akan tersingkir, dan dengan peluang untuk memperolehnya secara rata-rata hanya 7,4%. Keketatan persaingan juga sama untuk DPR-RI dari daerah pemilihan Sumbar, yang akan memperebutkan 14 kursi dari 189 Caleg yang bertanding (7,4%).
Begitu juga halnya untuk DPRD tingkat Provinsi Sumbar, dan Bahkan terjadi persaingan lebih ketat. Total jumlah Caleg sebanyak 935 orang yang akan memperebutkan 65 kursi, dengan peluang hanya 6,9%. Untuk kabupaten/ kota juga terjadi hal yang sama untuk memperebutkan rata-rata 25 Kursi dengan jumlah Caleg rata-rata 350 orang, dengan peluang 7,1%. Secara rata-rata, lebih dari 300 orang Caleg di setiap kabupaten/kota tidak akan memperoleh posisi yang sedang diincarnya.
Bahkan untuk Kota Padang, persaingan semakin ketat tidak hanya karena daerahnya yang merupakan Ibu Kota Provinsi, namun jumlah Caleg pun jauh lebih banyak. Caleg di Padang bersaing memperebutkan 45 kursi dengan 716 yang sedang bersaing, dengan peluang 6,3%.
Melihat kecilnya peluang Caleg untuk mendapatkan kursi di DPR-RI dan DPRD tersebut, sesungguhnya yang perlu dipersiapkan tidak hanya apa yang akan diperbuat jika menang. Namun, tidak kalah pentingnya bagaimana bersikap jika memang kalah dan kandas dalam persaingan.
Sebetulnya, kita harus memberikan apresiasi yang kepada mereka para Caleg yang telah berniat untuk mengabdi pada bangsa dan negara, baik pada level kabupaten/kota, provinsi, ataupun nasional. Menjadi anggota legislatif artinya mereka akan ikut memikirkan nasib masyarakat banyak. Inilah yang perlu kita hargai, jika ada niat ikhlas mereka untuk berperan dalam kebaikan itu.
Namun ada yang mesti diingatkan kepada para Caleg yang sedang bersaing untuk memperebutkan posisi anggota legislatif tersebut.
Pertama, sejatinya menjadi politikus dan menjadi anggota legislatif adalah sebuah lahan pengabdian bagi masyarakat, bangsa dan negara. Pengabdian ini itu adalah sebuah posisi yang sangat mulia. Sehingga semestinya ada niat ini yang ditanamkan untuk mencapainya, dan langkah-langkah untuk mendapatkannya harus dilakukan dengan baik pula.
Akan tetapi jika menjadi anggota legislatif hanya dipandang sebagai prestasi dan prestise pribadi dalam kekuasaan, persaingan dalam mendapatkannya akan jauh dari nilai-nilai kebaikan, bahkan disertai dengan permusuhan. Jika ini yang terjadi, kekalahan akan menjadi sebuah masalah besar bagi pribadi, keluarga, dan pendukung yang bersangkutan.
Mempromosikan diri dan kampanye untuk mendapatkan kursi di DPRD ,DPD RI dan DPR RI membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Berbagai media menyebutkan rata-rata seorang Caleg mengeluarkan biaya, baik dari kantong pribadinya atau pendukung, sekitar 1-2 miliar rupiah untuk DPR-RI, 500 juta- 1 miliar rupiah untuk DPRD Provinsi, dan 250 juta- 300 rupiah untuk DPRD Kabupaten/Kota. Selain biaya, seorang Caleg juga telah melakukan rangkaian kegiatan yang melelahkan yang tidak sedikit.
Seorang Caleg yang maju tidak adanya keikhlasan, harapan yang sangat tinggi, dan tidak siap dengan kegagalan, akan menjadi sebuah ‘stresor’ tekanan yang sangat berat. Padahal kita tahu, ia merasa berat dengan beban moril dan biaya telah dikeluarkan. Stresor yang berat yang bila tidak mampu melakukan kompensasi psikologis yang baik, akan jatuh kepada tahapan distres (stres). Kondisisi ini terus akan dapat berlanjut dan bertambah berat seiring dengan perasan berat psikologis yang yang dirasakan oleh yang bersangkutan. Maka mungkin saja terjadi jatuh kepada depresi.
Depresi merupakan kondisi psikologis (kejiwaan) dengan kelainan mood (perasaan) yang menyebabkan sesorang kehilangan minat dan sedih, yang disebabkan oleh kejadian yang telah berlalu. Kehilangan minat pada depresi akan berpengaruh pada proses fikir, emosi dan aktifitas fisik.
Sehingga depresi menjadi sebuah gagguan kesehata jiwa baik dalam skala ringan, hingga dalam bentuk yang lebih berat. Pada skala ringan seorang itu akan kehilangan mood saat bangun tidur, hilang semangat kerja, dan menarik diri dari pergaulan sosial. Kondisi ini akan mengganggu pekerjaan dan hubungan interpersonalnya dengan orang lain. Bahkan, pada depresi berat dapat muncul keinginan bunuh diri.
Oleh karena itu, inilah yang banyak diberitakan oleh media massa dalam sebulan terakhir, adanya berbagai RSJ yang meningkatkan persiapan untuk menerima Caleg yang gagal setelah April 2019 nanti. Mereka melakukan antisipasi untuk memerikan layanan kesehatan, konseling dan rawatan jika dibutuhkan.
Meskipun kondisi yang berat sedikit kemungkinannya terjadi pada Caleg yang gagal. Namun semuanya dapat terjadi, sebagaimana yang terjadi dan diberitakan pada Pileg tahun 2014 yang lalu. Namun bila seorang itu mampu mengkompensasi dengan baik, akan berfikir positif karena memang niatnya untuk kebaikan, “Jika saya tidak berhasil mendapatkannya, maka orang lain yang duduk juga bisa melakukan kebaikan yang sesaui visi saya.”
Oleh: dr. Hardisman, MHID, PhD
Dosen Ilmu Kedokteran Komunitas dan Kedokteran Pencegahan, FK-UNAND, Padang.
Adjunct Senior Lecturer in International Health, Flinders University, Adelaide, Australia
Sumber sumbar