Anak Muda Harus Terus Meningkatkan Literasu Selama Pandemi

Covid-19 telah menyebar ke seluruh dunia, dideteksi pertama kali di Kota Wuhan, China dan menjadi pandemi global yang menginfeksi seluruh dunia. Pandemi ini menjadi perhatian serius bagi banyak negara termasuk Indonesia. Indonesia juga mulai kewalahan dalam mengantisipasi penyebaran virus Sars-CoV-2 penyebab Covid-19 ini karena menginfeksi tanpa pandang usia, mulai dari anak-anak hingga lansia.

Orang yang berstatus ODP, PDP dan Positif Covid-19 didominasi oleh kelompok usia produktif di Indonesia. Provinsi DKI Jakarta adalah provinsi dengan jumlah orang terinfeksi tertinggi di Indonesia dan memiliki ODP dan PDP dalam rentang umur 20-39 tahun. Rentang umur tersebut dikategorikan sebagai usia muda. Achmad Yurianto sebagai Juru Bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 menyatakan bahwa kelompok usia muda juga rawan tertular virus Covid-19, dengan gejala yang sangat minim karena imunitas yang masih bagus.

Kelompok usia muda adalah kelompok immunocompetence (memiliki sistem kekebalan tubuh yang berfungsi baik), kebalikannya adalah immunocompromised yang didominasi oleh orang-orang yang telah berusia tua. Oleh karena itu, anak muda berpotensi menjadi carrier (pembawa virus) dan tanpa disadari bisa menularkan virus kepada orang yang lebih rentan.  Orang yang mempunyai penyakit bawaan seperti kardiovaskular, diabetes, hipertensi atau kanker akan semakin berbahaya jika tertular virus Covid-19.

Anak muda dituntut untuk menjadi lebih bijak dalam bersikap karena berpotensi besar sebagai carrier virus Covid-19. Anak muda harus selalu mengikuti anjuran pemerintah untuk tetap berkegiatan dari rumah yang pasti akan sangat membosankan. Namun, waktu luang yang lebih banyak di rumah dalam rangka pencegahan penularan virus adalah kesempatan besar untuk meningkatkan budaya literasi.

Secara sederhana literasi dapat diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis dalam satu bahasa untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Budaya literasi anak muda sekarang ini terus terkikis karena dampak negatif dari perkembangan teknologi. Teknologi telah membuat anak muda menjadi usang, anak muda mulai melupakan kecakapan hidup yang lebih luas. Contohnya, dengan kehadiran GPS membuat anak muda tidak benar-benar menggunakan sebuah landmark di suatu lokasi untuk membimbing mereka mencari suatu tempat. Contoh lain adalah aplikasi penentu kiblat shalat bagi Muslim telah menghilangkan rasa ingin tau anak muda untuk belajar menentukan kiblat secara manual. Akhirnya ketika tidak ada teknologi, anak muda menjadi generasi yang gagap di dalam menjalani kehidupan.

Kemudahan hidup mengurangi rasa ingin tahu anak muda yang mengikis budaya literasi. Memanfaatkan waktu luang dengan melakukan literasi akan meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif, seperti kegiatan membaca. Membaca buku menjadi alternatif kegiatan untuk membunuh kebosanan selama di rumah dan sebagai cara untuk meningkatkan budaya literasi bagi anak muda. Kegiatan literasi akan memperkaya pengetahuan dan bisa bermanfaat sebagai penangkis berita-berita hoax yang tersebar masif di media sosial. Anak muda mempunyai andil yang besar untuk mengonfirmasi kebenaran suatu berita kepada orang dengan kategori usia lebih tua yang kurang melek teknologi. Oleh karena itu, anak muda dituntut untuk mempunyai kemampuan literasi yang lebih baik.

Anak muda yang kesulitan dalam menumbuhkan minat baca, bisa memulai dengan membaca fiksi seperti kumpulan cerpen atau novel. Memilih tema bacaan yang diminati akan membuat kegiatan membaca selama di rumah menjadi lebih menyenangkan. Jika kesulitan memilih genre, membaca buku populer menjadi alternatif pilihan. Buku populer bisa didapatkan tanpa harus membeli, namun bisa dipinjam di perpustakaan-perpustakaan daring. Perpustakaan daring yang disediakan oleh Perpustakaan Nasional atau iPusnas telah mempunyai banyak koleksi buku yang bisa dipinjam kapanpun. Sebenarnya tidak ada lagi alasan untuk memperoleh sebuah buku untuk dibaca pada zaman sekarang ini.

Meningkatkan budaya literasi anak muda khususnya anak milenial menjadi tanggung jawab kita bersama. Pemerintah bisa menambah koleksi buku bacaan baik itu luring atau daring. Penerbitan juga tidak tertutup kemungkinan untuk menambah buku-buku berkualitas dengan harga yang terjangkau. Komunitas membaca luring dan daring bisa menjadi wadah diskusi dalam meningkatkan pemikiran kritis. Sehingga dampak negatif teknologi dalam mengikis budaya literasi di kalangan anak muda bisa diatasi sedari dini.

Selama pandemi Covid-19, kegiatan membaca buku akan menjadi salah satu alternatif anak muda dalam mengurangi intensitas kongkow bersama teman sebaya, kegiatan kongkow tersebut akan memperbesar peluang transfer virus karena terjadi interaksi sosial secara langsung. Konsistensi dan kontribusi anak muda dalam mencegah penularan virus kepada kelompok usia rentan sangat berarti bagi tim medis yang menjadi garda terdepan dalam menangani pasien terinfeksi virus Covid-19 selama pandemi berlangsung. Sehingga setiap kalangan dari masing-masing kelompok usia bisa mengambil perannya tersendiri untuk mempercepat berlalunya pandemi global ini.

Oleh: Robby Jannatan
Dosen Biologi FMIPA Universitas Andalas



Sumber sumbar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama