Serangga Dan Manusia: Sahabat Atau Musuh?

Sejak pandemi Covid-19 disikapi dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai bentuk pengadaptasian lockdown, sampai dengan kehidupan dengan kelaziman baru atau New Normal di Indonesia, kegiatan masyarakat di rumah menjadi lebih panjang daripada sebelumnya. Dengan demikian maka pergesekan kehidupan masyarakat manusia dengan berbagai makhluk hidup lain yang berhabitat di pemukiman semakin besar. Salah satu hikmah pandemi akhirnya juga menjadikan masyakarat semakin menyadari bahwa di sekitarnya juga terdapat banyak mahkluk hidup lain yang beraktifitas, terutama yang sangat dominan di alam, yaitu serangga.

Serangga adalah mahkluk hidup dengan ciri utama pada tubuhnya yang berbuku-buku, tidak memiliki tulang belakang (invertebrata), dan telah mengalami evolusi yang sangat panjang sejak 400 juta tahun yang lalu. Kehadiran serangga di alam semesta yang jauh lebih senior atau mendahului dari pada manusia – baru muncul dua juta tahun yang lalu -, membuat golongan hewan kecil ini memiliki kemampuan adaptasi yang luar biasa. Serangga mampu bertahan hidup terhadap berbagai tekanan dari luar diri mereka, sehingga tidak mengherankan jika kehadiran mereka di bumi, di sekitar masyarakat manusia menjadi sangat beragam, dan mampu bertahan di berbagai tempat dan bentuk kehidupan secara luar biasa.

Masalahnya adalah ketika masyarakat berhadapan dengan serangga, lebih dominan melihat serangga sebagai musuh daripada sahabat, atau menjadi lawan ketimbang kawan. Padahal serangga sesungguhnya bagian dari ekosistem di alam semesta yang tentu saja berperan besar dan sangat membantu manusia. Ketidaktahuan dan ketidakpahaman masyarakat terhadap keberadaan serangga dan manfaatnya tersebutlah yang membuat mereka memperlakukan serangga sebai musuh ketimbang sahabat. Padahal ada bidang ilmu pengetahuan yang secara khusus mempelajari serangga tersebut di perguruan tinggi yang sering disebut sebagai entimologi.

Entomologi, adalah ilmu tentang serangga yang mengkaji tentang morfologi, taksonomi, dan hubungannya dengan lingkungan. Oleh sebab itu, para Entomolog atau orang yang mempelajari entomologi berkewajiban untuk menyampaikannya kepada masyarakat. Tergerak untuk mendampingi masyarakat agar lebih bijak melihat hubungannya dengan serangga, pada hari Rabu, tanggal 15 Juli 2020, Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) Cabang Sumatra Barat mengadakan Seminar Nasional Daring atau online dengan tema, “Serangga dan Manusia: Sahabat atau Musuh?”.

Seminar yang diawali dengan sambutan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Andalas (Unand) Dr. Ir. Munzir Busniah, M.Si. (yang juga Anggota sekaligus Dewan Pengawas KMDM), dan dibuka langsung oleh Ketua PEI Pusat, Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc., ini menghadirkan dua entomolog, yaitu Prof. Intan Ahmad, Ph.D., yang merupakan Guru Besar Entomologi pada Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknolobi Bandung (ITB) dengan spesialisasi entomologi permukiman dan industri (urban and industrial entomology). Entomolog kedua adalah Dr. Henny Herwina, Kepala Laboratorium Taksonomi Hewan Jurusan Biologi FMIPA UNAND, Ketua Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Sumatra Barat, dan menjadi Direktur Koperasi Mandiri dan Merdeka – Broadcasting Network (KBN).

Kegiatan pendampingan masyarakat oleh para Entomolog tersebut sesuai dengan salah satu misi KMDM selain berkoperasi, yaitu merawat bumi. Ketika manusia bersahabat dengan serangga sebagai sesama makhluk hidup di alam semesta, serangga justru membantu kehidupan manusia, bahkan manusia bisa mengambil hikmah ketika mau belajar tentang kehidupan serangga tersebut. Apalagi ketika ditambah dengan keyakinan bahwa tidak ada satupun ciptaan Tuhan yang sia-sia keberadaannya di muka bumi: di darat, di laut, maupun di udara bahkan di luar angkasa.

Penulis: Henny Herwina (Entomolog FMIPA Unand & Direktur KBN).
Editor: Virtuous Setyaka (Dosen HI FISIP Unand & Ketua KMDM).



Sumber sumbar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama