Bekasimedia – Pasar merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli, pasarlah menjadi tempat Gini, seorang perempuan asal Klaten Jawa Tengah mencari nafkah di ibukota untuk keluarganya yang ada di kampung. Bersama kakaknya, berjualan bumbu dapur bersama kakaknya di Pasar Pondok Labu, Jakarta Selatan.
Perempuan kelahiran 1961 ini hidup bersama dengan kakaknya dan tinggal di kontrakan milik Haji Ipin yang tidak jauh dari pasar dengan tarif 1 juta rupiah perbulannya. Sebuah kontrakan sangat-sangat sederhana dengan satu kamar mandi dan satu ruang untuk memasak.
Untuk sampai ke pasar, Gini berjalan kaki selama kurang lebih sepuluh menit. Iya sampai di pasar dan membuka lapaknya sejak terbit fajar hingga mentari terbenam.
Gini menyewa lapak berjualan dengan luas 1 kali 1 meter dengan membayar 1,5 juta rupiah pertahun. Tarif lapaknya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan tarif lapak lainnya yang jauh lebih luas, nyaman dan strategis.
Di pasar Pondok Labu itu, Gini menjual bumbu dapur. Tak kurang dari 15 tahun sudah Gini berjualan di pasar itu dan hidup jauh dari keluarga. Sebuah kerja keras dan pengorbanan demi memenuhi kebutuhan keluarga di kampung halaman.
Gini mempunyai suami yang berprofesi sebagai petani dan tinggal di kampung serta sepasang anaknya yang tinggal terpisah dengannya, “Udah pada kerja semua yang cewek kerja di Klaten yang cowoknya kerja di Boyolali,” katanya.
Penghasilan kotor yang didapatkan Gini dalam sehari 300 ribu rupiah. Dengan penghasilan tersebut, Gini pergunakan untuk membayar kontrakan rumah dan sewa kios. “Kalo gak untung gak bisa bayar kontrakan,” ucapnya sambil tersenyum.
Walaupun pasar menjual berbagai sandang dan pangan, tetapi hal tersebut tidak menjamin jika pasar tersebut ramai. Dari pengakuan Gini, Pasar Pondok Labu tidak ramai setiap harinya, biasanya pasar ramai ketika akhir pekan atau tanggal muda. Hal itu juga mempengaruhi pendapatan. Menurutnya pula, ia hanya mendapatkan pelanggan kurang lebih 15 orang setiap harinya.
Tawar menawar hal yang lumrah terjadi di pasar, biasanya Gini tidak selalu melepas barang dagangan jika harganya belum balik modal terlihat dari ada pembeli yang menawar dari yang harganya 7 ribu ditawar menjadi 5 ribu rupiah.
Keamanan di pasar ini diakui Gini sangat aman karena dagangan yang dipajang dibiarkan begitu saja olehnya jika toko ditutup, “yang dicantel-cantelin di depan mah tinggal aja,” saat ditanya apa tidak takut hilang Ibu Gini menjawab, “Ya kalo hilang bukan milik saya gitu aja, rugi gak apa-apa nanti di akhirat dapet amalnya.”
Dewi Purningsih
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta
Prodi Jurnalistik
The post Gini, Pilih Bertahan Hidup di Jakarta dengan Berjualan Bumbu Dapur appeared first on BEKASIMEDIA.COM.
Sumber Suara Jakarta