Hiruk Pikuk “Pasar Becek” Pondok Gede

Tanah berwarna hitam, basah oleh air -yang padahal tidak turun hujan- adalah suatu hal biasa di pasar tradisional Pondok Gede.
Hal tersebut juga yang mendasari orang-orang menyebutnya Pasar Becek. Tidak hanya itu, bau campur aduk antara sayuran dan ikan juga menjadi khas tempat ini.

Pasar sendiri merupakan tempat yang menyediakan kebutuhan sehari-hari. Walaupun sudah banyak berdiri supermarket yang juga menyediakan kebutuhan pangan, pasar tradisional memiliki kelebihan tersendiri seperti harga barang yang relatif lebih murah juga pedagang yang tersedia tidak hanya satu jadi lebih banyak pilihan.

Begitu pun dengan Pasar Pondok Gede. Sama dengan pasar tradisional pada umumnya, pasar ini menyediakan bahan baku masakan yang cukup lengkap. Meski tidak sebersih dan senyaman di supermarket karena lalat-lalat kerap hinggap, nyatanya peminat tidak surut langkah berbelanja ke pasar ini.

Pasar ini tidak besar, luasnya hanya sekitar 200 meter dan terletak persis di pinggir jalan raya Pondok Gede. Dengan demikian, sering kali hiruk pikuk di pasar ini mengganggu lancarnya arus kendaraan.

Pasar ini sudah ada sejak lama, bahkan sebelum tahun 80-an. Letaknya yang cukup strategis yaitu di depan Atrium Pondok Gede (APG), menjadikan pasar ini, sebagai pilihan utama warga sekitar untuk berbelanja Di Pasar Pondok Gede. Ada berbagai pedagang seperti; pedagang tahu, rempah-rempah, sayuran, ikan, ayam potong, juga buah-buahan.

Salah satu pedagang yaitu Minah (55), bapak 3 anak juga memiliki 5 cucu yang masih semangat mengais rezeki dari pundi-pundi uang hasil dagangannya di Pasar Pondok Gede.

Minah berdagang buah-buahan berupa semangka dan jeruk, walaupun tidak selalu itu yang ia dagangkan.
“Kalau nggak dagang, nggak dapet uang, nggak bisa makan kita.” begitu ujarnya ketika ditanya mengapa ia masih berdagang di usia setengah abad.

Minah bersyukur masih bisa berdagang di pasar ini, walaupun banyak keluh kesah yang ia alami. Seperti razia misalnya, jika terjadi maka beliau harus mengalah walaupun pendapatan jadi berkurang.
Pasar yang dahulunya dekat dengan pohon karet yang sekarang sudah menjadi Atrium Pondok Gede ini sudah ia tempati sebagai lapak dagangnya sejak tahun 1980. Bertambah syukurnya karena tidak perlu membayar lapak untuk berdagang, cukup uang kebersihan Rp.10.000,00 per hari.

Pasar ini sudah menjadi tempat menyambung hidup Minah yang hanya berdagang sendiri, dari jam 4 sore sampai jam 4 pagi setiap harinya. Bagaimana pun kondisinya, juga ragam cara demi relokasi pernah dilakukan, nyatanya pasar becek Pondok Gede ini tak pernah sepi peminat.

Heru Putra Rizky
Mahasiswa Penerbitan 4 F
Politeknik Negeri Jakarta

The post Hiruk Pikuk “Pasar Becek” Pondok Gede appeared first on BEKASIMEDIA.COM.



Sumber Suara Jakarta

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama