Sri Bintang Pamungkas & Nostalgia Masa SMP

Sri Bintang Pamungkas, almarhum kakek yang dulu memperkenalkan nama ini. Dulu ketika saya masih duduk di bangku SMP. Selain Sri Bintang, nama lain yang diperkenalkan adalah Budiman Sudjatmiko dan Muhtar Pakpahan.

“Ini orang berani. Dia gak kenal takut melawan,” kata kakek sambil menunjuk potret berkacamata di koran Inti Jaya.

Setelah itu, setiap membaca koran, saya selalu mencari berita tentangnya. Menyebut namanya saja waktu itu serasa lain. Seperti ada kekuatan dibalik namanya.

Namun kekaguman pada Sri Bintang juga Budiman tak selalu berefek positif, apalagi bagi anak remaja usia SMP. Tindakan berani mereka pernah saya coba di kelas, saat pelajaran PPKN, dan hasilnya berantakan. Haha!

Guru PPKN, Pak Hermansyah namanya, meminta kami, pelajar kelas 3 agar lebih dewasa, lebih aktif lagi saat belajar. Tak hanya mendengarkan tetapi ada diskusi, ada pertanyaan-pertanyaan. Selain mengajar PPKN, Pak Herman juga guru Sejarah. Penampilannya nyentrik mirip aktivis-aktivis itu.

Waktu diminta bertanya, saya bertanya banyak hal, apa itu dwi fungsi ABRI, apa itu demokrasi, dan yang paling terakhir, kenapa bapak harus pilih Golkar?

Sepertinya Pak Herman kewalahan dengan pertanyaan-pertanyaan itu, mungkin ia bingung menjawabnya dihadapan 48 anak SMP. Ia muter-muter mencari jawaban pas.

Mulai gak puas, saya pilih ngobrol dengan teman sebangku. Tak mengindahkan jawaban Pak Herman. Hilang adab, merasa sudah tahu lebih banyak, mungkin karena efek mengidolakan orang-orang berani itu.

Sikap itu membuat Pak Herman naik pitam. Kapur tulis dilemparkannya, lalu ia pergi meninggalkan kelas. Setelah kejadian itu, jadi serba gak enak hati. Belajar PPKN terasa hambar, saya dan Pak Herman, ibarat pasangan remaja yang putus cinta.

Ketika orde baru tumbang lalu berganti reformasi dan partai-partai bermunculan bak jamur setelah hujan. Waktu itu saya sudah duduk di bangku STM, bukan di SMA seperti yang diidamkan kakek.

Kiprah Sri Bintang masih terus saya ikuti, PUDI nama partainya, Partai Uni Demokrasi Indonesia. Namun waktu itu muncul banyak nama. Kekuatan seorang Sri Bintang yang dulu kurang terlihat. Sepertinya dia memang tipe pendobrak, bukan tipe penikmat hasil. Ia terlihat sendirian, kurang bisa membangun jaringan dan bekerja dalam tim yang solid. Mungkin ia terlalu idealis, jadi sudah cari teman.

Lalu ia menghilang, dan saya juga mulai bosan dengan politik setelah tak mendapatkan yang diinginkan saat mengunjungi kantor-kantor partai. Berharap diajak diskusi membicarakan sesuatu yang menarik, setiap mendatangi kantor partai hanya dibuatkan KTA, disuguhi kopi dan pulang bawa kaos.

Lalu Sri Bintang benar-benar menghilang, namanya nyaris tak terdengar. Partainya hilang dengan sendirinya. Bukan hilang karena pengurusnya ada 2 kubu, tetapi hilang karena masyarakat Indonesia tidak menjadikannya pilihan. Apalagi di era pemilihan langsung seperti sekarang saat politik pencitraan merajalela.

Lalu tiba-tiba namanya muncul lagi. Dulu ia menjadi singa ketika pemerintah refresif, mengekang demokrasi dan kebebasan berbicara. Ketika semua orang bebas berbicara, ia menghilang dari peredaran. Sekarang namanya muncul lagi, disaat..

Aih! Mungkin jalan hidup yang kau pilih seperti itu ya?

Ini bukan tulisan politik. Ini tentang nostalgia penulis dengan idolanya semasa SMP.

 

Enjang Anwar Sanusi
Alumni SMP 2 Rengasdengklok

The post Sri Bintang Pamungkas & Nostalgia Masa SMP appeared first on BEKASIMEDIA.COM.



Sumber Suara Jakarta

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama