Betawi: Tanah yang Diberkahi Cahaya Al-Qur’an

“JAS MERAH (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah)”. Itulah yang disampaikan oleh Sang Proklamator kita agar putra-putri bangsa tidak pernah sekali-kali berusaha melupakan sejarah bangsanya. Karena dengan tahu sejarah kita akan mengetahui jati diri kita.

Sebagaimana kita tahu berapa umur kita sekarang, itu karena tahu sejarah. Sejarah itu seperti gelar yang tersemat di setiap nama. Ia akan memancarkan kewibawaan, menggambarkan potensi yang dimiliki, dan tentu menanamkan kebanggaan pada setiap orang yang memilikinya. Maka wajarlah ada sebuah pepatah mengatakan, “Ketika ingin menghancurkan sebuah bangsa, maka jauhkanlah para pemudanya dari sejarah bangsanya.”

Bangsa ini memiliki sejarah yang indah. Dengan mempelajarinya kita akan dapat merasakan karya-karya yang telah Sang Pencipta goreskan dengan luar biasa. Tanah Betawi misalnya, tanah yang diberkahi dengan cahaya Al-Qur’an.

Telah tertulis Islam masuk pertama kali di tanah Betawi berawal dari kedatangan Syekh Quro pada tahun 1409 di Karawang. Nama aslinya Syekh Hasanudin bin Syekh Yusuf Siddik. Ia berasal dari daerah Campa, Kamboja. Disebut Syekh Quro karena kepiawaiannya dalam membaca Al-Qur’an, keindahan suaranya mampu membuat setiap orang duduk terdiam untuk mendengarkannya dengan khusyu’, ia ahli dalam qira’at yang sangat merdu.

Darinya lahir ulama-ulama seperti Pangeran Syarif Lubang Buaya, Pangeran Papak, Dato Tanjung Kait, Kumpi Dato Depok, Dato Ibrahim Condet, dan Dato Biru Rawa Bangke. Mereka yang kemudian melanjutkan menyebarkan ajaran-ajaran Islam. Apabila kalian temukan ada kesamaan nama mereka dengan nama-nama sebuah daerah yang kalian kenal, memang dari merekalah terbentuk daerah-daerah tersebut.

Jika kita ingat tentang kisah Khalifah Umar bin Khattab yang suatu malam mengendap-endap berkeliling rumah para penduduk, lalu ia dapati percakapan dalam sebuah rumah yang seorang ibu berniat curang dalam dagangannya, tapi kemudian dihalangi oleh anaknya sendiri dengan dalih meskipun orang-orang tidak melihatnya namun Allah Maha melihat segala yang tampak dan tersembunyi. Khalifah Umar kagum dengan sikap anak tersebut. Singkat cerita anak tersebut dijodohkan dengan putra Umar sendiri, kemudian dari mereka lahir keturunan Umar bin Abdul Aziz yang dalam sejarah dikatakan ia adalah Khalifah yang ‘alim luar biasa. Masa kekhalifahannya adalah bagian dari masa-masa kejayaan Islam. Jika kita ingat kisah itu, maka tahukah kalian bahwa di tanah Betawi juga ada kisah seperti itu? Bahkan kisah ini adalah perpaduan antara kisah di atas dengan kisah masuk Islamnya Umar bin Khattab yang disebabkan tersentuhnya hati Umar ketika mendengarkan lantunan ayat Al-Qur’an yang dibaca oleh adiknya kala itu.

Masih pada zaman Syekh Quro, ketika dakwahnya sudah semakin menyebar, bahkan ia telah mendirikan pondok pesantren di Karawang, Kerajaan Padjajaran yang saat itu dipimpin Prabu Anggalarang gusar. Prabu Anggalarang mengirim putra mahkotanya Pangeran Pamanah Rasa (Prabu Siliwangi) untuk menghancurkan pondok pesantren Syekh Quro tersebut. Sesampainya di sana, ia mendengar lantunan ayat Al-Qur’an yang begitu merdu, hatinya bergetar, belum pernah ia mendengarkan lantunan seindah itu. Yang saat itu melantunkan Al-Qur’an bukanlah Syekh Quro, tetapi salah satu muridnya, yaitu Nyi Mas Subang Larang, putri dari Prabu Ki Gedeng Tapa yang memang sengaja menitipkan anaknya untuk dididik oleh Syekh Quro. Akhirnya Pangeran Pamanah Rasa luluh dan kemudian mengurungkan niatnya, ia tidak jadi menghancurkan pondok. Ia malah jatuh hati pada Nyi Mas Subang Larang dan menikahinya setelah masuk Islam.

Dari pasangan Pangeran Pamanah Rasa dan Nyi Mas Subang Larang mereka memiliki tiga orang anak. Yaitu Raden Walangsungsang yang kemudian berganti nama menjadi Ki Abdullah Iman, Nyi Mas Rara Santang yang kemudian berganti nama menjadi Syarifah Mudaim, dan Raja Sangara atau yang sering dikenal dengan nama Raden Kian Santang. Mereka bertiga bukanlah rakyat biasa yang tiada andilnya dalam sejarah. Misalnya Raden Kian Santang yang menjadi penyebar agama di tanah Betawi dan tanah Sunda. Kemudian Syarifah Mudaim yang dari rahimnya lahirlah Sunan Gunung Jati Cirebon yang dalam sejarah disebut sebagai salah satu dari wali songo, dan dari Sunan Gunung Jati lahirlah Syekh Maulana Hasanuddin yang menjadi pendiri sekaligus Sultan pertama kerajaan Banten, lalu dari Syekh Maulana Hasanuddin lahirlah Syekh Maulana Yusuf yang menaklukkan Kerajaan Pakuan Padjajaran pada tahun 1579. Sungguh bukanlah keturunan-keturunan yang sembarangan. Keturunan yang bermula dari kekaguman Pangeran Pamanah Rasa atas lantunan ayat Al-Qur’annya Nyi Mas Subang Larang. Lantunan Al-Qur’an yang kemudian memberkahi tanah betawi.

“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka bertambah (kuat) imannya, dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal: 2)

Melalui sejarah ini kita dapat pelajari bahwa dengan cahaya Al-Qur’an hati akan terpenuhi iman, dengan iman akan diberkahi setiap perjuangan, dan dengan perjuangan yang dilandasi iman maka akan disertainya ridlo dari Tuhan. Jangan sampai kita lebih banyak berbicara tentang Allah daripada berbicara dengan Allah. “ _Allah memiliki tempat di bumiNya. Yaitu hati manusia_.” (HR. At-Thabrani).

Referensi:
-Wahfudin Sakam, (dkk.), 2011, Genealogi Intelektual Ulama Betawi, Jakarta, Pusat Pengkajian Dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre)
-Jojo Sukmadilaga (dkk.), 2009, Ikhtisar Sejarah Singkat Syekh Qurotul’ain, Karawang, Mahdita
– http://ift.tt/2l1XeKb


Oleh: Lukman Maulana Yusuf
Mahasiswa Semester 7
Fakultas Psikologi UHAMKA

The post Betawi: Tanah yang Diberkahi Cahaya Al-Qur’an appeared first on BEKASIMEDIA.COM.



Sumber Suara Jakarta

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama