BEKASIMEDIA.COM – Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah Mustofa Nahrawardaya mengatakan, media memiliki peran strategis dalam membentuk dinamika yang ada. Namun hal itu, apakah justru membuat hal positif ataukah negatif.
“Saya mencatat ada sekitar 43 ribu media abal – abal pada masa Pilgub kemarin mewarnai dinamika di tengah masyarakat. Media abal-abal itu dipakai buat propaganda,” kata Mustofa dalam Seminar “Peran Media dalam Membendung Paham Radikalisme” di STMIK Bani Saleh Bekasi, Kamis (27/4).
Ia menjelaskan, tidak dipungkiri media abal-abal tersebut menjadi salah satu pemicu keresahan kondisi di masyarakat dalam situasi Pilgub DKI kemarin.
“Belum lagi saya kemarin buat riset diikuti lebih dari 1000 responden. Ketika pertanyaannya; apakah penggunaan kata Islam radikal sengaja dibuat atau tidak? Jawabannya 83 persen responden menjawab kalau itu memang dibuat,” paparnya.
Sehingga menurutnya, ke depan perlu ada antisipasi dalam menyikapi penyebaran informasi – informasi yang mengarah kepada perpecahan bangsa.
Sementara itu, pemerhati Media Muslim Shodiq Ramadhan mengkritik sikap seseorang yang kerap keliru dalam menyikapi penyebaran informasi. Bagaimana tidak, informasi dibentuk dari redaksi yang memiliki kepentingan tertentu.
“Peran penting informasi itu seperti membentuk pola pikir yang harus dijaga. Sekian abad Islam memimpin dunia namun belakangan menjadi lemah. Apa yang menentukannya yaitu darah. Artinya sejauh mana pemikiran pola pikir ideologis mempengaruhi ‘darah’ seseorang? Makanya perlu dijaga dengan berpegang teguh memiliki spirit dakwah,” jelas Shodiq yang juga Sekum Forum Jurnalis Muslim (Forjim) dalam seminar Peran Media Dakwah Membendung Paham Atau Gerakan Radikalisme di STMIK Bani Saleh – Bekasi Timur, Kamis (27/4).
Ia menjelaskan, pola pikir umat dibentuk salah satunya melalui informasi. Sehingga jangan sampai, informasi yang masuk justru informasi ‘sampah’. Shodiq menjelaskan ada contoh kasus yakni ada sebuah ormas sampai dibenci keberadaannya oleh ormas lainnya.
“Kenapa pemahaman itu keliru? Karena informasi yang masuk salah. Sehingga mereka menilai bahwa ormas yang berseberangan dengannya dinilai anti Pancasila,” jelasnya.
Seperti pada Pilgub DKI, lanjut Shodiq, ketika seseorang mengungguli pasangan Cagub – Cawagub nomor 3 dengan mudah dinilai anti NKRI atau bahkan anti Pancasila.
“Parahnya ketika no. 3 menang, dinilai Islam garis keras, Islam radikal. Padahal mereka mendapat informasi yang keliru,” lanjutnya.
Shodiq menjelaskan, ketika berbicara media Islam memang standarnya sangat jelas. Diantaranya harua berasas Islam. Sehingga bangunannnya Islam. Termasuk pemilik medianya juga beragama Islam.
“Sehingga nanti misi dakwahnya jelas, terarah. Menuju rahmatan lilallamiin,” pungkas Shodiq. (dns)
The post Mustofa Nahra: Ada 43 Ribu Media Abal-Abal di Pilgub DKI appeared first on BEKASIMEDIA.COM.
Sumber Suara Jakarta