Pengamat: Terjebak dalam Sistem Koruptif, Politisi Perempuan Belum Move On

BEKASIMEDIA.COM – Pengamat sosial politik Universitas Islam 45 Bekasi, Dila Novita menanggapi persoalan efektifitas keberadaan politisi dan aktivis perempuan di lembaga legislatif kota Bekasi. Menurutnya sampai hari ini perempuan di parlemen masih terjebak dalam sistem yang cenderung koruptif sehingga membuat mereka berpotensi ikut terbawa arus. Untuk itu Dila menyarankan agar sistemnya bisa diperbaiki jika ingin memiliki politisi perempuan yang punya kapasitas.

Dalam hal ini tugas partai sangat strategis dalam melahirkan kader-kader perempuan yang layak menjadi wakil rakyat di lembaga legislatif. Hal itu ia sampaikan usai memberikan materi diskusi pada acara diskusi panel pemberdayaan potensi perempuan yang digelar di kantor DPD KNPI kota Bekasi, Lapangan Multiguna, Margahayu, Bekasi Timur.

“Saya pernah berdiskusi dengan aktivis perempuan nasional Ani Sucipto, beliau mengatakan sebenarnya ketika ruang untuk perempuan masuk di wilayah politik itu dibuka melalui kebijakan affirmative action dengan keterwakilan perempuan 30% di lembaga legislatif, lalu mengapa banyak aktivis perempuan tidak masuk kedalamnya? tidak memanfaatkan peluang tersebut? persoalannya adalah sistem politik hari ini di Indonesia memang masih membuka ruang untuk berlangsungnya perilaku koruptif. Ini memungkinkan baik laki laki maupun perempuan terjebak ke dalam sistem koruptif seperti itu dan pada akhirnya mereka berpeluang menjadi ikut arus. Itulah kekhawatiran aktivis perempuan yang akhirnya memilih untuk tetap berjuang di luar jalur legislatif. Itu kenapa memang sistemnya harus diperbaiki,” katanya Senin (8/5).

Mereka sebetulnya punya kompetensi dan kapasitas, nah yang lebih penting lagi menurut saya adalah bagaimana politisi perempuan ini membangun jaringan, tidak hanya membangun jaringan antara sesama anggota legislatif perempuan tetapi juga dengan masyarakat dan kelompok perempuan lain di luar pemerintahan, seperti organisasi masyarakat, pemuda, itulah yang seharusnya mereka lakukan. Karena apapun yang mereka perbuat di legislatif kalau mereka tidak sampaikan kepada masyarakat, maka masyarakat tidak akan pernah tahu kinerja mereka. Apalagi jika mereka tidak memanfaatkan teknologi informasi seperti sosial media untuk menyampaikan hasil kerja selama mereka bertugas sebagai legislator, bagaimana masyarakat bisa tahu eksistensi mereka?

Menurut Dila, politisi perempuan masih memiliki kelemahan dalam membangun jaringan, padahal secara kapasitas banyak dari mereka yang sudah memenuhi syarat. mereka juga memiliki peluang untuk melakukan perubahan dari dalam karena berhubungan langsung dengan pembuatan regulasi ataupun mengubah regulasi, tapi tetap penting bagi mereka untuk membangun jaringan di luar.

“Sejauh ini yang saya temukan beberapa partai dalam merekrut calon-calon anggota legislatif lebih kepada kedekatan dengan pengurus partai, bisa karena keluarga, pertemanan dan sebagainya. Jadi bukan karena mereka mempunyai kompetensi di bidang tertentu yang sebenarnya itu akan sangat bermanfaat saat mereka menjabat sebagai anggota legislatif,” katanya.

Mindset ini sebenernya bisa diubah asal masing-masing individu kemudian sadar potensi mereka untuk melakukan sebuah perubahan itu sangat besar ketika diberikan kepercayaan. Tetapi jika mereka tidak memanfaatkannya, angka-angka itu tidak akan berbunyi dan sekadar jumlah angka 30 persen keterwakilan perempuan kalau mereka kemudian tidak menunjukkan mereka hadir di parlemen membawa perubahan atau tidak untuk institusi dan masyarakat?

“Saya pikir mereka politisi perempuan harus berani bicara, jangan kemudian tenggelam dalam sistem partai politik yang cenderung dominan laki-laki di dalamnya, justru karena mereka diberikan peluang untuk bisa tampil, mereka mesti manfaatkan hal itu. Tunjukkan potensi diri dan manfaatkan posisi strategis itu untuk berbuat lebih memperjuangkan kepentingan masyarakat. Karena sampai saat ini masih ditemukan, ada semacam ketergantungan dalam mengaktualisasikan diri. Kalau tidak di-support tidak akan punya inisiatif untuk meningkatkan kapasitas diri.

“Saya tetap berharap kuota 30 persen keterwakilan perempuan di kota Bekasi bisa tercapai. Memang butuh proses tapi sekali lagi saya katakan angka 30 persen tersebut adalah angka strategis untuk mengubah kebijakan yang selama ini masih kita temukan beberapa aturan itu tidak sensitif gender, masih memposisikan perempuan sebagai objek kebijakan bukan sebagai subjek yang bisa mengubah keadaan atau memperbaharui kondisi masyarakat.” (dns)

The post Pengamat: Terjebak dalam Sistem Koruptif, Politisi Perempuan Belum Move On appeared first on BEKASIMEDIA.COM.



Sumber Suara Jakarta

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama