Dampak covid-19 Terhadap Pendidikan Nasional

Berawal dari Wuhan China Corona (covid-19) sudah masuk ke Indonesia. Awalnya hanya satu orang yang terpapar virus itu tapi seiring berjalannya waktu, virus menyebar kian cepat. Dan sekarang sudah memasuki angka 5 ribu orang yang terpapar virus itu, dan telah memakan korban jiwa sebanyak 469 jiwa per 15 April 2020.

Pada level dunia pasien positif Corona telah memasuki angka 1.878.489 pasien di 213 negara berbeda di dunia. Maka tidak salah bila WHO melabeli wabah ini dengan pandemi.

Melihat dari penyebaran virus yang sangat masif, banyak sektor yang terdampak. Pada awalnya sektor ekonomi lah yang terdampak, tapi seiring berjalannya waktu semakin banyak sektor-sektor yang terdampak virus yang muncul pada tahun 2019 akhir ini. Dan Salah satu sektor penting yang terdampak ialah sektor pendidikan.

Hal ini telah diakui oleh organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada Kamis (5/3), bahwa wabah virus corona telah berdampak terhadap sektor pendidikan. Hampir 300 juta siswa terganggu kegiatan sekolahnya di seluruh dunia dan terancam hak-hak pendidikan mereka di masa depan.

Sesuai data yang diperoleh dari UNESCO, hingga saat ini sudah ada 39 negara yang menerapkan penutupan sekolah dengan total jumlah pelajar yang terpengaruh mencapai 421.388.462 anak. Negara Cina sejauh ini memiliki jumlah pelajar yang paling banyak terpengaruh karena virus corona yaitu sekitar lebih dari 233 juta siswa.

Nah itu lah dampak Corona terhadap pendidikan yang berskala internasional. Bagaimana dengan pendidikan Nasional?

Tidak berselang lama setelah tersebar kabar ada warga Depok, Jawa barat yang terpapar Corona, gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuat edaran agar seluruh lembaga pendidikan di DKI Jakarta diliburkan. Lalu bagaimana dengan belajar anak-anak?

Jadi Selama sekolah-sekolah diliburkan anak-anak belajar dengan sistem online (daring), yaitu siswa belajar jarak jauh di rumah. Belajar dengan sistem ini sangat butuh peran orang tua sebagai pengawas dan pembimbing siswa selama pembelajaran berlangsung.

Pada dasarnya siswa itu belajar langsung tatap muka dengan guru di kelas, namun dikarenakan ada  himbauan pemerintah pusat supaya siswa belajar di rumah untuk menghindari penyebaran pandemi Corona covid-19. Maka dari itu siswa hanya bisa belajar dengan konten-konten yang diberikan guru via online atau bisa dengan video call secara langsung. Apakah dengan sistem seperti ini pembelajaran bisa efektif?

Pembelajaran daring saat ini belumlah seefektif pembelajaran secara langsung di kelas. Banyak kendala yang dialami siswa maupun guru. Seperti yang telah dimaklumi bahwa rumah bukanlah tempat yang kondusif untuk belajar, banyak gangguan yang dihadapi. Banyaknya gangguan itu menyebabkan kurangnya fokus anak dalam menyimak penjelasan dari guru.

Salah satu faktor yang menyebabkan kurang kondusifnya pembelajaran ialah kesalahan dalam pemilihan aplikasi yang digunakan. Masih banyak yang menggunakan aplikasi WhatsApp padahal ada yang lebih efektif seperti zoom dan google classroom.

UN ditiadakan?

Salah satu dampak Corona terhadap pendidikan Nasional adalah ditiadakannya ujian Nasional tahun ini. Hal ini seperti yang dikatakan oleh juru bicara presiden Jokowi Fajroel Rachman, beliau mengatakan keputusan peniadaan Ujian Nasional 2020 adalah bagian dari sistem respon pandemi corona COVID-19 yang salah satunya adalah pengutamaan keselamatan kesehatan rakyat.

Selain itu, peniadaan UN juga sejalan dengan kebijakan social distancing (pembatasan sosial) untuk memotong rantai penyebaran virus corona SARS 2 atau corona COVID-19. Lalu apakah langkah pemerintah sudah tepat?

Perlu kita ketahui bahwa penyebab ditiadakannya itu supaya mengurangi berkumpulnya massa. Yang apabila 8 juta siswa di seluruh Indonesia ini melakukan ujian maka akan terbentuk perkumpulan masa yang besar dan penyebaran virus bukan hal yang dipungkiri lagi. Alasan berikutnya yaitu bisa membahayakan keluarga siswa selepas pulang dari tempat ujian. Maka dari itu langkah itu sudah sangat tepat.

Hal itu juga selaras dengan kaidah fikih, “ dar ul mafaasid awla min jalbi masholih”. Yaitu menghindari mafasid/ mara bahaya lebih diutamakan daripada melaksanakan kebajikan.

Selain disebabkan oleh penyebaran pandemi Corona ini, UN juga sudah sepantasnya dihapuskan. Setidaknya ada satu alasan mengapa UN tahun ini ditiadakan, yaitu UN terbukti gagal melakukan pemetaan dan evaluasi kualitas kemampuan siswa karena UN menyelaraskan sistem penilaian siswa di kota dengan siswa di pelosok negeri yang fasilitas berbeda jauh. Di kota fasilitas sangat memadai dengan gedung bertingkat, hal itu bertolak belakang dengan fasilitas sekolah di desa yang gedung saja sudah hampir roboh.

Lalu bagaimana dengan penerimaan siswa baru? Sedangkan nilai UN tidak ada, apakah ada pengganti yang setara dengan UN?

Ya, tentunya ada dan harus ada. Kalau sampai tidak ada tentu itu menjadi hal yang sangat miris dan menyedihkan. Terutama bagi mereka yang ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Apabila tidak ada pengganti yang setara bisa jadi masa depan pelajar menjadi menggantung. Dan itu bukan hal yang diharapkan.

Pemerintah memiliki beberapa opsi, salah satunya yaitu nilai diambil dari nilai kumulatif siswa 5 semester. Jadi nilai rapor 3 tahun yang menjadi acuan pengganti nilai UN yang ditiadakan. Langkah ini cukup tepat dibandingkan dengan UN yang notabene sudah tidak terlalu dibutuhkan. Bahkan langkah ini lebih efektif karena siswa itu belajar 3 tahun bukan hanya 1 semester.

Kebanyakan dari mereka hanya bersungguh-sungguh ketika mendekati UN, mungkin keadaan bisa berubah menjadi lebih baik lagi ketika nilai akhir diambil dari tiap semester.

Oleh. Yunus Abdul Kholiq & Husna Nasihin
(Mahasiswa prodi PAI STIT MADANI Yogyakarta)



Sumber sumbar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama