Refleksi: Berdamai Dengan Covid, lebaran Dan Rasa Kemanusiaan

Padang,-Puasa Ramadhan tahun 2020 tinggal menyisakan beberapa hari lagi. Sebagian besar masyarakat telah 2 bulan penuh berdiam diri menyelesaikan pekerjaan dirumah atau yang sangat akrab disebut WFH, Work From Home. Tulisan kali ini merupakan bagian dari sejarah yang merubah segala tatanan manusia abad ini yang kelak jika dibaca setidaknya ada jejak bagaimana kita semua yang pada hari ini telah ada di Bumi bisa mengenang apa yang Namanya Pandemi Corona.

Corona Virus atau nama lainnya Covid 19 ditemukan di Wuhan, China. Virus ini dilaporkan pertama kali muncul pada tanggal 31 Desember 2019. Penyebab awalnya tidak diketahui, penyakit ini menyerang paru-paru menyebabkan pneumonia parah dam dengan cepat menyebabkan kematian. Belakangan diketahui protein spike pada permukaan virus yang bentuknya seperti paku yang menancap pada bola ini memiliki ikatan yang kuat dengan suatu reseptor yang dinamakan angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) yang terdapat pada beberapa organ vital ditubuh kita seperti paru-paru, arteri, jantung, ginjal dan usus (Ikawati, 2020).

Dengan kemampuan ini, virus mudah menginveksi organ-organ tersebut menyebabkan berbagai komplikasi dan kerusakan sel target. Awalnya penularan virus hanya terjadi antara hewan ke manusia seperti pada kasus SARS. Kemampuan virus dalam mereplikasi diri pada sel inang dan keluar dari sel target menjadikan virus ini siap untuk menjangkiti dari manusia satu ke manusia lainnya (Wan et al. 2020). Dari Kota kecil di Provinsi  Hubei sana kemudian sampai dalam beberapa bulan ke negeri kita tercinta.

Ya, Corona akhirnya menyambangi Negeri ini. Tertanggal 2 Maret 2020, sesumbar Menkes kala itu seperti kalimat pilu, “kita kebal Corona”, yang kemudian kalimat optimis tersebut malah terkesan membuat negeri ini seperti tidak mempersiapkan diri mengantisipasi hal terburuk yang kemudian benar-benar dirasakan oleh negara-negara di seluruh dunia.

Saat itu, Ketika Pandemi Corona mulai menampakkan wajah kematiannya di Wuhan dengan pemberitaan orang-orang berjatuhan dipinggir jalan tanpa sebab. Kondisi di negara kita masih biasa saja, tidak terpikirkan akan sampai seperti sekarang.

Sebenarnya sejak awal rasanya sudah ingin sekali menulis, entah mengapa tidak ada semangat hingga satu kalimat terdengar pagi tadi selepas makan Sahur ” Indonesia Berdamai dengan Covid-19”.

Kalimat ini menghentakkan Nurani sebagai manusia, meski penjelasannya mungkin bisa diterima oleh Sebagian orang, tapi bagi yang lain tentu hal ini bisa menimbulkan kekecewaan mendalam. Sama seperti juga yang diutarakan oleh salah satu tokoh penting di Negeri ini, bagaimana kita bisa berdamai dengan sesuatu yang sangat berbahaya yang wujudnya saja hanya bisa dilihat dengan peranti mikroskop ukuran mikron, sesuatu yang sangat mematikan dan tidak mengenal siapa dan sesuatu ini tidak dapat diajak berkomunikasi.

Tentu kita tidak serta merta menyalahkan siapa yang mengatakan ini, hanya saja refleksi untuk diri sendiri dan agar juga difahami oleh kita Bersama. Sudah sedemikian rupa upaya pemerintah dan segenap masyarakat Indonesia yang terlibat dalam penanganan virus ini. Terlebih relawan kemanusiaan, tenaga medis, serta berbagai pihak yang secara langsung dengan keikhlasannya  mau merelakan segala hal yang dimilikinya, keluarga bahkan nyawa karena hingga kini menurut data Persatuan Perawat nasional Indonesia (PPNI) sudah ada sekitar 20 perawat yang meninggal karena Covid terakhir seorang perawat yang sedang mengandung meninggal positif Covid.

Apakah belum cukup semua ini?

Update 21 Mei 2020 saja tercatat penambahan 973 kasus baru dari hari sebelumnya dan angka penambahan ini menjadi rekor tertinggi sehingga total sekitar 20.162 positif Covid dan 1.278 mingggal karena Covid. Data seperti pada gambar.

Apa data ini belum cukup menghentakkan Sanubari kita?

Beberapa hari lagi kita akan menyongsong hari Raya Idul Fitri 1441 H tepatnya pada tanggal 25 Mei 2020. Bisa dibayangkan akan sangat berbeda sekali, tidak akan ada keramaian dan keriuhan masyarkat di pasar terutama untuk mereka yang memburu baju baru untuk berlebaran, esensinya untuk apa? Toh kita tidak akan kemana-mana, sholat Ied saja disarankan dilakukan dirumah masing-masing. Jika membeli kebutuhan pokok untuk diolah dan dinikmati sendiri dirumah saat hari raya mungkin masih bisa dimaklumi. Tentunya dengan tetap memperhatikan jaga jarak dan menggunakan perlindungan diri seperti masker Ketika keluar rumah dan mencuci tangan dengan sabun serta mandi serta mengganti pakaian saat sudah dirumah.

Tapi apa yang terjadi?

Relaksasi PSBB diberlakukan sehingga banyak orang Kembali berbondong-bondong pulang kampung dan ada wacana mudik lokal untuk sekedar silaturahmi saat hari lebaran, terlebih masih banyak yang tidak mengindahkan anjuran Kesehatan diri pada kondisi pandemi saat beraktivitas.

Terkait dengan PSBB, istilah ini menjadi sangat familiar bagi seantero warga negara Indonesia. Kepanjangan dari Pembatasan Berskala Besar ini diberlakukan oleh Presiden dengan Peraturan Pemeritah nomor 21 tahun 2020 yang ditandatangani pada hari Selasa 31 Maret 2020. Pembatasan yang dimaksud yakni pengurangan kegiatan masyarakat pada daerah episentrum penyebaran Covid 19 agar penularan virus dapat dikendalikan. Perpindahan manusia masuk dan keluar provinsi atau kota yang menerapkan PSBB benar-benar dibatasi, sehingga tidak terjadi transmisi penularan lokal.

Begitu aturan ini diizinkan oleh Kemenkes, masing-masing daerah langsung melakukan serangkaian program antisipasi. Pengurangan jumlah moda angkutan, pemeriksaan ketat kendaraan yang keluar masuk wilayah oleh polisi, dikeluarkan aturan larangan mudik, pengurangan aktivitas pasar terutama pertokoan yang tidak menjual bahan pokok dan juga pemberlakuan kapasitas kendaraan yang hanya boleh mengangkut 50% dari kapasitas. Semua dilakukan untuk mencegah penularan Covid 19. Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang terlihat melalui pemberitaan cukup ketat dalam implementasi PSBB. Hingga satu waktu Jabar melalui Gubernurnya Ridwan kamil mengumumkan pada tanggal 1 Mei 2020 tidak ada hari itu warganya yang Positif Covid (Liputan6.com). Hari semakin hari, dengan kesadaran masyarakat yang masih sama cenderung tidak peduli, PSBB mulai menimbulkan “kelelahan”, baik secara fisik maupun psikologis bagi tim gugus tugas pada wilayah masing-masing. Hingga akhirnya kekecewaan para tenaga medis terhadap masyarakat yang masih meremehkan pandemic Covid 19 melahirkan tagar “Indonesia Terserah”. Narasi ini bukan tanda menyerah kalahnya tim medis terhadap pandemic yang terjadi tetapi lebih kepada mereka tidak mau lagi ambil pusing terhadap sikap masyarakat.

Kondisi seperti ini benar-benar membuat jengah, Sebagian besar masyarakat sudah berupaya sekuat tenaga menjaga diri mentaati peraturan yang telah ditetapkan pemerintah tetapi tidak demikian dengan Sebagian yang lain. Banyak masyarakat yang sehari-hari beraktivitas dirumah saja sudah merasakan jenuh, apalagi tim gugus tugas Covid 19 yang tanpa henti bekerja dilapangan.

Bagaimana perasaan tenaga medis yang telah begitu lelah bekerja, tenaga analis Kesehatan yang tanpa jeda bertubi-tubi sampel specimen darah dan juga hasil swab datang menunggu dianalisis, bagaimana nasib sopir ambulance yang tiap saat dengan hati teriris mengantarkan saudara mereka ke pemakaman yang tanpa seorang pun kerabat hadir dan juga perasaan petugas pemakaman yang kelelahan karena tiap saat ada mayat covid yang harus segera mereka urus, dengan kondisi biasa saja sudah melelahkan ditambah saat ini mereka juga harus mengenakan pakaian Hazmat yang sangat panas sambal mencangkuli tanah ditengah teriknya matahari siang. Bisa kita bayangkan?

Bicara hati Nurani, seperti tidak ada habisnya, miris melihat kondisi sebahagian besar saudara kita di negeri ini yang seakan-akan tidak peduli dengan pengorbanan Sebagian yang lain agar pandemic ini cepat selesai.

Ada yang bicara seenak hatinya mengatakan bahwa dia tidak terpengaruh ada atau tidak covid ini sehingga yang dilakukan tidak mematuhi anjuran pemerintah terkait pencegahan covid secara terbuka kepada khalayak. Tidak penting menggunakan masker, tidak perlu repot-repot cuci tangan setelah melakukan kegiatan atau setelah memegang barang, menjaga jarak aman satu dengan lainnya dan anjuran Kesehatan lain yang diabaikan.

Kita sama-sama punya keluarga, punya sanak kerabat tercinta yang ingin juga kita bertemu sapa terlebih dengan kondisi jauh dan ada yang merantau, jarang sekali ada kesempatan bertemu langsung. Sampai kapan kita akan begini jika kita tidak memiliki kesadaran bersama untuk bisa berkontribusi menyelesaikan pandemi ini. Anjuran di rumah saja memang terdengar mudah akan tetapi dilematis. Bagi yang telah memiliki pekerjaan tetap dengan adanya aturan ini, bisa setiap hari dekat dengan keluarga, menjalin kedekatan dengan anak tanpa harus pusing memikirkan income. Bagi Sebagian besar yang lain, anjuran ini justru menimbulkan masalah sosial ekonomi yang  dampaknya telah terasa dalam skala besar. PHK dimana-mana, banyak unit usaha yang gulung tikar dan ekonomi dirasakan semakin sulit.

baca juga: Pandemi Covid-19 dan Bom Waktu Krisis Moral

Sebentar lagi lebaran, hari yang bagi seorang Muslim merupakan momen yang paling ditunggu. Jalan-jalan sudah mulai padat lagi, pusat perbelanjaan penuh sesak, di lain pihak tenaga medis mulai menjerit, meratapi hak mereka yang tidak rela direnggut paksa oleh masyarakat yang tidak peduli pandemik ini. Mereka juga manusia, mereka butuh istirahat, butuh bertemu anak, suami, istri, orang tua dan saudara. Jangan sampai sejarah terulang seperti pada 1918 lalu. Gelombang ke-2 yang lebih parah terjadi karena masyarakat tidak mau peduli, semoga saja tidak demikian.

Penulis : Firdaus, SP, MSi

Dosen Prodi Gizi, FKM, Unand

Sumber Gambar :

Illustrasi virus : www.prosci-inc.com/ace2-antibodies/

Update data Covid 19 : www.kompas.com

 

Referensi :

Ikawati, Z. 2020. Mengenal Reseptor ACE2, “Pintu masuk” Virus Covid 19”. Diakses pada : https://farmasi.ugm.ac.id/id/mengenal-reseptor-ace2-pintu-masuk-virus-covid-19

https://ift.tt/2KUP5W4

Wan Y, Shang J, Graham R, Baric RS, Li F. 2020. Receptor recognition by novel coronavirus from Wuhan: An analysis based on decade-long structural studies of SARS https://doi.org/10.1128/JVI.00127-20



Sumber sumbar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama