Bekasimedia – Garut, sebuah Kabupaten di Selatan Jawa Barat yang digelari Swiss Van Java karena keindahan alam dan cuaca sejuknya. Garut kaya akan potensi wisata alam, selain itu masyarakatnya juga terampil membuat penganan dan menjadi daya tarik lain wilayah ini. Adalah Dodol Garut, penganan yang paling mudah ditemui, bahkan penyebarannya menembus batas-batas. Di daerah wisata lain seperti Bandung hingga Puncak Bogor atau Sukabumi ditemukan pula Dodol Garut.
Ternyata ada hal lain selain Dodol Garut, warga Cibitung Bekasi asal Garut yang baru saja kembali dari kampung halamannya, Holil Sumarna menceritakannya kepada Bekasimedia, Minggu (26/7/15).
“Salah satu hidangan kue tradisional dihari lebaran keluarga kami adalah Burayot, sebuah makanan kampung yang sangat digemari oleh saudara dan kerabat dari kota. Bila mereka datang langsung menanyakan kue itu. Burayot adalah penganan sederhana yang terbuat dari dua jenis yaitu tepung beras dan gula aren,” ujar Holil.
Holil melanjutkan, “Awalnya saya mengira Burayot ini hanya dibuat oleh keluarga kami saja tapi ketika saya berjalan-jalan ke kota Garut. Ternyata Burayot juga dijual sebagai oleh oleh khas Garut, namun dipajang dengan terhimpit diantara kue-kue lain.”
Menurut Holil, Burayot ini kalah populer atau bahkan banyak yang tidak tahu dan mengenalnya, orang lebih banyak mengenal oleh-oleh dari Garut adalah Dodol Garut sehingga Garut lebih dikenal sebagai kota dodol.
Selain itu juga, dodol telah berinovasi untuk melawan kebosanan orang terhadap oleh-oleh khas Garut yaitu dibuatnya dodol dengan aneka rasa buah. Bahkan dari dodol telah tercipta produk baru bernama Chocodot (baca: cokodot) sebuah gabungan antara dodol yang dilapisi coklat dan produk lainnya, Brodol atau brownies isi dodol sehingga dodol menjadi lebih berkelas. Inilah mungkin yang membuat Burayot tidak se-populer penganan khas Garut yang lainnya.
“Burayot masih menjadi camilan keluarga dengan pembuatan yang sederhana. Caranya adalah dengan menggodok gula aren sehingga cair. Gula yang digunakan pun harus gula aren kalau gula merah biasa maka akan merubah rasa dan warna, hingga jadi kurang nikmat dan lezat,” ujar Holil yang sehari-hari bekerja di Kawasan Industri MM2100.
“Setelah gula aren mencair lalu dituang kedalam adonan tepung beras dan santan. Tepung berasnya pun harus yang asli tepung beras serta tepung yang masih baru digiling atau ditumbuk. Jika tepungnya bukan beras atau telah disimpan berhari hari maka akan merubah rasa dan kelezatannya.”
“Setelah semuanya tercampur maka adonan itu di aduk dan dibuat bentuk bulat pipih tidak terlalu besar mirip martabak telur tapi tidak terlalu tipis karena akan mengembang. Lalu digoreng dengan minyak yang cukup banyak dan menggorengnya satu persatu dengan cara disiram sambil ditusuk dengan bilah bambu yang lancip maka tepungnya akan menggelantung/menggelayut kebawah atau dalam bahasa sundanya ngaburayot. Inilah sebabnya kue itu dinamakan Burayot,” jelas Holil.
Namun menurut Holil, Burayot ini tidak diproduksi secara massal seperti Dodol Garut. Jadi masih dianggap kue kampung. Sudah ada di toko kue namun terbatas penyebarannya.
“Buat teman-teman yang ingin merasakan sensasi kelezatan kue Burayot silahkan datang ke Garut, walaupun tidak diproduksi secara massal tapi burayot juga tersedia ditoko yang menjual oleh oleh khas Garut,” tutup Holil. (eas)
The post Burayot; Oleh-Oleh Garut Tak Hanya Dodol appeared first on Bekasi Media.
Sumber Suara Jakarta