Pernahkah kalian menonton film Ayat-Ayat Cinta? Di film itu, kita diajarkan bahwa ikhlas dan sabar itu Islam. Mungkin falsafah itu yang dipakai salah seorang bidan di desaku. Aku sering melihat beliau menolong tanpa dibayar. Bukankah itu bukti keikhlasannya? Bagiku, ya.
Bidan itu bernama Dini Sugihartini, S.S.T., ia juga bibiku. Selain membantu persalinan, beliau juga dapat mengobati penyakit umum lainnya. Aku mengenalnya sudah hampir seumur hidupku. Dengan jarak rumah yang begitu dekat, aku selalu menemui bibiku itu sekadar menyapa atau sekaligus membantunya. Beliau begitu baik, selalu memberiku uang jajan, selalu memberiku obat gratis kapan pun aku minta. Beliau adalah contoh pribadi yang baik bagiku.
Aku membantu beliau dengan menjadi asisten saat praktik. Beliau membuka praktik di rumahnya, di Desa Purwadana, Karawang. Pasien beliau selalu ramai setiap harinya, dari pagi, bahkan subuh, sampai malam. Pasien beliau selalu mengatakan bahwa obat dari beliau terasa lebih baik dari yang lain. Selalu lebih ingin berobat ke beliau daripada berobat ke tempat lain. Aku yakin bukan hanya karena obat, pasien beliau tidak berpaling. Aku yakin karena keramahan dan keikhlasan yang diberikan beliau juga merupakan alasan lainnya.
Saat membantu beliau praktik, aku sering melihat beliau membiarkan pasien yang tidak memiliki uang untuk bayar di lain waktu atau bahkan tidak usah membayar biaya pengobatan. Menurutku beliau adalah bidan, di zaman modern ini, yang masih menarik tarif pengobatan dengan harga murah. Meski karena itu, banyak juga yang menyepelekan beliau dengan kabur tanpa membayar persalinan atau terus berkata “nanti” saat ditanya soal biaya persalinan. Sampai sekarang, pasien-pasien seperti itu masih ada. Sungguh, aku pikir tidak akan mudah menemukan bidan seperti beliau.
Di kehidupannya, beliau pernah diuji. Beliau pernah menderita penyakit ganas yang sulit sembuh, hampir mustahil sembuh. Sekitar 10 tahun lalu (2006), beliau divonis menderita Adeno Carcinoma Bronchus atau kanker paru stadium IIIB. Saat itu, beliau divonis dokter hanya bertahan selama 6 bulan. Berbagai pengobatan pun beliau lakukan, dari mulai kemoterapi sebanyak 6 kali, rutin mengonsumsi obat medis dan segala macam pengobatan yang dilakukan penderita kanker pada umumnya.
Beliau tidak hanya berobat medis, beliau juga melakukan pengobatan rutin di 2 tempat lainnya. Beliau berobat ke Alternatif Pak Haji Junaedi, Sukabumi, dan melakukan pengobatan Akupresur Ny. Yuli Susianti, Jl. Buah Batu No.142 C, Bandung. Beliau rutin melakukan pengobatan setiap 1 bulan sekali. Jarak yang cukup jauh dari Karawang-Bandung atau Karawang-Sukabumi tidak pernah menjadi masalah.
Bukan hanya itu, demi kesembuhannya, beliau pun rutin mengonsumsi berbagai minuman herbal. Obat herbal yang ia konsumsi adalah Keladi Tikus, Rumput Mutiara, Temu Putih, Tapak Dadar, Cakar Ayam, dan Sambiloto. Dengan berbagai cara itu, beliau akhirnya berhasil sembuh dan tetap bersama kami sampai sekarang.
Dulunya, beliau adalah seorang asisten dokter spesial kandungan. Beliau berhenti sejak mulai pengobatan penyakit kankernya. Saat penyakit mendesaknya mengeluarkan dana yang sangat besar, beliau harus rela melepas pekerjaannya.
Nasihat yang selalu beliau tanamkan kepadaku adalah ikhlas, sabar, dan terus berdoa. Itu juga yang selalu beliau tanamkan kepada para pasiennya. Aku belajar bahwa yang paling utama adalah mengambil sisi positif kehidupan tanpa perlu menghakimi.
Bibiku bilang, “Harus sadar bukan hanya kita yang mengalami masalah, banyak, bahkan banyak yang lebih buruk.”
(EDP)
Penulis adalah mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta
(PNJ)
The post Belajar Ikhlas dan Sabar dari Bidan Dini appeared first on BEKASIMEDIA.COM.
Sumber Suara Jakarta