Menimbang Sosok Anies

Anies Baswedan dan Sandiaga Uno
MediaTangerang.com, - Pilkada Jakarta menjadi pilkada yang penuh kejutan. Kejutan terakhir datang di injury time dari poros koalisi yang dimotori oleh PKS dan Gerindra. Secara pribadi, kami melihat sosok Anies Baswedan benar - benar kejatuhan rejeki durian runtuh. Kita bisa memaknai banyak hal dari fenomena ini. Diantaranya :

Pertama, Perubahan Arus
Suasana kebatinan dalam pilkada Jakarta memang terkondisikan seperti perang. Entah perang badar atau perang baratayuda. Andai yang dihadirkan adalah sosok - sosok dengan karakter yang sama seperti calon incumbent, niscaya ekskalasi konflik akan terus meningkat intensitasnya. Namun dengan hadirnya tokoh - tokoh cerdas dan santun sebagai calon kandidat, seperti halnya Agus Harimurti, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, sedikit banyak bisa merubah suasana kebatinan warga Jakarta.

Perang ideologis, sentimen sara dan politik primordial tentu saja masih ada, namun jelas tidak muncul dipermukaan dalam bentuknya yang vulgar. Tidak ada gayung bersambut bagi mereka yang menggunakan isu sara, meskipun dengan cara mempersepsikan dirinya sebagai korban. Karena kedua kandidat lainnya tidak menggunakan isu tersebut sebagai jualan politiknya. Bertepuk sebelah tangan pasti akan dialami oleh mereka yang bersikap arogan dan agresif, mengingat kedua kandidat lainnya cenderung low profile dan murah senyum. Jadi calon petahana harus siap - siap gigit jari jika akan bermain dengan menggunakan gaya khasnya.

Kedua, Perubahan Pemain
Sosok Anies Baswedan mungkin memancing kontroversi tersendiri, karena masa lalunya memang berada dipihak lawan. Tuduhan sebagai sosok oportunis, anak nakal dan double agent mungkin mengemuka, tapi harapan sebagai orang yang bertaubat dan sosok the dark knight juga muncul. Kebetulan, Anies Baswedan sudah terbranding alami dengan karakter akademisi, jadi dia selamat dari celaan kutu loncat sebagaimana mereka yang terbranding sebagai pengurus parpol.

Salah satu keuntungan saat menggunakan sosok the dark knight untuk maju bertarung adalah pengenalannya yang mendalam terhadap musuh politiknya. Dia sangat kenal dengan calon lawannya, tim pemikirnya, tim penyandang dananya dan bahkan pola permainan yang dilakukan lawannya. Bagaimana tidak, mereka pernah serumah bersama. Ibaratnya seperti Musa yang sangat kenal dengan Fir’aun, karena pernah tinggal serumah dalam waktu lama. Siapapun pengamat politik yang berprofesi sebagai tim sukses petahana untuk menggiring opini menyerang Anies Baswedan, pasti akan berfikir ulang seribu kali. Betapa tidak, karena kapasitasnya jauh diatas para pengamat politik. Apalagi track recordnya bersih.

Ketiga, Perubahan Nasib
Ada beberapa profesi yang sering kejatuhan rejeki durian runtuh, seperti halnya artis, PNS, pensiunan militer, pengusaha dll. Meski mereka bukan pengurus parpol, namun bisa dicalonkan sebagai kandidat kepala daerah dan anggota legislatif. Hanya saja kasus Anies Baswedan agak istimewa. Karena kursi kosong bagi kalangan non parpol biasanya ada diposisi wakil, tapi beliau bisa berada dalam posisi dikursi utama. Apakah ini bentuk kemunduran dari posisi partai sebagai institusi yang melahirkan pemimin? Hm,.. Kayaknya tidak juga.

Betapa banyak orang bergabung ke partai disebabkan karena peduli dengan urusan publik, bukan karena ingin menjadi anggota dewan atau pemimpin daerah. Sebaliknya, ini juga menjadi kabar bagus buat semua profesi, sebagai sinyal bahwa parpol akan menjalankan strategi head hunter bagi mereka yang prestasinya mengkilap. Persis seperti berita gembira dari nabi bahwa pedagang yang jujur dan pengasuh anak yatim kelak akan bersamanya di surga. Ternyata kursi kehormatan disisi rasululah bukan hanya bagi mereka yang ahli jihad dan ahli ibadah semata.

Pilihan untuk mengambil tokoh non parpol bisa disebabkan karena tuntutan strategi dipalangan, bisapula dimaksudkan agar bisa diterima oleh semua parpol pengusungnya. Jika pengusungnya cuma dua parpol, pembagian jatah kursi untuk mengisi nomor 1 & 2 mungkin sederhana. Namun jika pengusungnya lebih dari dua parpol atau koalisi besar, situasinya bisa sangat rumit. Karena semua parpol pengusungnya pasti ingin menempatkan kader atau kandidatnya sebagai pasangan calon. Jalan keluarnya yakni dengan memilih calon alternatif yang relatif netral namun mencerminkan pandangan dan sikap politik dari parpol pengusungnya.

Khatimah
Sulit dipungkiri bahwa sosok Anies Baswedan mampu menghipnotis dan menginspirasi pendengarnya dengan cara santai. Agak mirip dengan Mario Teguh, meski konten yang disampaikan berbeda. Ini bisa jadi keunggulan mutlak, namun bisapula jadi titik lemah. Karena dengan mudah, dia akan diserang sebagai orator yang hanya bisa berteori saja. Bagaimana Anies Baswedan akan menampiknya? Hm,.. Menarik untuk kita tunggu bersama.

Eko Jun


Sumber
via Media Tangerang

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama